Kedua, kerjakan riset yang diperlukan. Seperti halnya perumusan karakter tokoh, kerjakan yang intinya lebih dahulu. Paling tidak, kalian sudah punya gambaran akan menulis tentang apa. Riset sebenarnya akan terus berjalan seiring proses menulis. Bahkan, akan muncul juga ketika proses swasunting.
Ketiga, buat kronologi kisah. Tuliskan dengan rinci. Kalau perlu, tulis tanggal, bulan, dan tahun, juga jamnya. Sekali lagi, ini mungkin terkesan receh, akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya menyunting naskah, kronologi adalah salah satu poin penting.
Selain sebagai bayangan untuk pembaca, menuliskan kronologi akan memudahkan penulis menjalin cerita, juga menjaga konsistensi. Sebab, ada saja yang ternyata meleset. Misalnya saja di bab awal ditulis tahun 2000, tetapi bab selanjutnya tertulis 2021, padahal masih termasuk adegan atau fragmen yang sama.
Kelihatan tidak mungkin, ya? Namun, ada saja yang seperti itu. Sebagai editor, saya hanya bisa menggerutu di hadapan layar laptop (dan kadang ngakak so hard juga). Tentunya sambil memikirkan kalimat tepat yang akan saya hamburkan kepada penulisnya saat sesi asistensi.
Baca Juga: Pengelolaan IMB Bermasalah, Pemkab Bekasi Kurang Penerimaan Retribusi atas 5 Bangunan Pabrik
Nah, tiga poin di atas rasanya sudah cukup untuk memulai eksekusi: menulis novel dalam satu hari.
Masih kelihatan tidak masuk akal? Ya, memang, tetapi bukan hal yang mustahil.
Saya ingat cerita seorang guru sekolah saya. Ia bercerita bahwa ayahnya sanggup mendaras kitab dalam satu hari. Tiga puluh juz itu dituntaskan mulai jelang subuh, sampai malam hari menjelang tidur. Hanya dijeda salat, makan, dan ke kamar mandi.
Luar biasa, memang, mengingat rata-rata orang mendaras hanya satu atau dua juz dalam satu hari. Ya, mau bagaimana lagi? Kan, yang harus dilakukan tidak hanya mendaras kitab. Ada perut-perut yang harus diisi.
Begitu pula dengan menulis (baca: mengetik) novel, cukup masuk akal jika dikerjakan mulai subuh sampai paling tidak pukul sebelas malam. Hanya dijeda urusan salat dan hajat (makan-minum dan ke kamar mandi). Tentu dengan catatan, tiga poin di atas tadi sudah dipersiapkan lebih dahulu.
Baca Juga: Newcastle United Dekati Unai Emery untuk Gantikan Stve Bruce Jadi Manajer
Hanya saja, tetap rancu. Sebab, menulis adalah keseluruhan proses itu sendiri. Mulai dari menangkap ide, memetakannya dalam outline, merancang karakteristik tokoh-tokoh, menyusun kronologi, melakukan riset, mengetiknya hingga tuntas, swasunting, lalu dikirim ke penerbit.
Nanti saat proses penerbitan pun ada serangkaian tahapan yang harus dilalui oleh penulis, sampai bacaan tersebut benar-benar sampai ke tangan pembaca. Proses panjang dan tak jarang cukup melelahkan.
Ya, itu analisis versi saya. Saya tidak tahu bagaimana trik versi penyelenggara pelatihan menulis tersebut. Mungkin berbeda. Silakan siapkan dana jika ingin mengikuti acaranya. Nominal yang saya pikir cukup untuk dibelikan satu buku Dan Brown (dan kembaliannya buat jajan cilok).
Artikel Terkait
Jangan Main-Main dengan Semesta Kecil Djenar yang Mahabasah!
Apa yang Perlu Dilakukan Jika Anak Tantrum di Tempat Umum?
Bicara Drakor, Punya Pasangan Orang Korea Enak ngga, sih?
Makna Sumpah Pemuda buat Milenial Kekinian
Makna Sumpah Pemuda buat Pejabat
Jangan Meletakkan Kebahagiaan di Mulut Orang
Revolusi Bahasa
Keikutsertaan Lendir dalam Sebuah Karya Sastra
Menyamakan Editor dengan Polisi Saltik: Anda Waras?