Krisis Kepercayaan Protes Tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Harapan Reformasi Nyata

photo author
- Kamis, 18 Desember 2025 | 14:31 WIB
Gedung DPR RI (dok.Parlementaria)
Gedung DPR RI (dok.Parlementaria)

KLIKANGGARAN -- Pemerintah bersama dengan perwakilan rakyat wajib menampilkan dedikasi sungguh-sungguh pada prinsip keadilan, keterbukaan, dan etika masyarakat, bukan hanya tindakan simbolik semata, supaya kepercayaan publik, validitas sistem demokrasi, serta kesetaraan sosial dapat diperbaiki, khususnya saat menghadapi kesulitan ekonomi dan ketidakstabilan yang dialami oleh sebagian besar penduduk.

Belakangan ini, negeri ini dikhawatirkan oleh aksi unjuk rasa besar-besaran setelah bocornya jumlah tunjangan rumah bagi legislator DPR yang mencapai Rp 50 juta setiap bulannya. Besaran tersebut dipandang berlebihan, jauh di atas kemampuan belanja umum masyarakat, bahkan beberapa kali lipat dari gaji pokok di berbagai wilayah. Aksi ini mencakup berbagai pihak, termasuk pelajar, pekerja pabrik, dan tenaga kerja nonformal yang sudah lama menderita akibat lonjakan biaya hidup, tekanan inflasi, pengurangan bantuan pemerintah, serta pengurangan dana untuk program sosial.

Mereka berpendapat bahwa sementara warga harus berusaha keras untuk memenuhi keperluan pokok, tokoh-tokoh politik malah menikmati kemewahan tersebut, yang menimbulkan amarah umum, sensasi ketidaksetaraan, dan erosi kepercayaan. Banyak orang bertanya-tanya: Apakah para wakil ini sungguh-sungguh merasakan kesusahan orang kebanyakan? Apakah fokus pengeluaran negara sudah sepenuhnya mendukung kepentingan masyarakat, atau malah memihak kelas atas?

Baca Juga: Dahlia Poland Menggugat Cerai: Tuntutan Etika dan Kepercayaan Rumah Tangga

Otoritas eksekutif dan kepemimpinan DPR akhirnya bereaksi terhadap desakan masyarakat. Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa beberapa aturan mengenai tunjangan dan keistimewaan parlemen akan dihapus: tunjangan rumah dicabut dan perjalanan dinas ke luar negeri untuk anggota DPR ditangguhkan untuk sementara. Di samping itu, kelompok-kelompok di DPR, seperti Partai Demokrat, menyatakan bersedia untuk meninjau ulang dan menerima umpan balik dari publik terkait kebijakan ini.

Akan tetapi, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan pokok: Apakah pembatalan tunjangan rumah cukup untuk meniadakan perbedaan antara kelas elit dan masyarakat biasa, atau hanya modifikasi superfisial? Mekanisme politik dan penganggaran yang membolehkan tunjangan semacam itu masih menyediakan peluang bagi elit untuk mengejar keuntungan khusus. Tanpa perbaikan fundamental seperti pengungkapan anggaran yang jelas, aksesibilitas proses distribusi fasilitas, serta pertanggungjawaban berkala, risiko penyimpangan bisa muncul kembali.

Yang lebih krusial: Apakah aturan hukum dan sistem kontrol sudah diperbaharui untuk mencegah pengulangan? Apakah masyarakat akan diajak berpartisipasi dalam pengawasan dana parlemen, sehingga keterbukaan bukan lagi sekadar kata-kata kosong? Pasalnya, jika komponen dasar sistem tetap tidak berubah, maka penghentian tunjangan tersebut hanyalah perbaikan jangka pendek, bukan jawaban permanen.

Baca Juga: Hasil BWF World Tour Finals 2025: Putri Kusuma Wardani dan Jafar/Felisha Tersingkir, Ganda Campuran Grup B Didominasi China–Malaysia

Dari sudut pandang induktif, dengan melihat tanggapan cepat pemerintah yang menghapus tunjangan dan keistimewaan, plus gelombang dukungan masyarakat terhadap demonstrasi, muncul optimisme bahwa suara rakyat mulai diperhatikan. Tetapi, optimisme ini hanya akan terwujud jika penduduk tetap waspada, terus memantau, dan tidak terjebak dalam kegembiraan sesaat. Perubahan sejati melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan anggaran, pemantauan, dan penilaian kebijakan supaya alokasi sumber daya nasional tidak miring ke arah elit.

Pada intinya, sebagai anggota masyarakat, termasuk diri kita sendiri, kita memiliki kewajiban untuk tidak diam. Kita perlu terus mendesak agar ada keterbukaan, kesetaraan, dan pertanggungjawaban. Kita harus turut mengawasi kebijakan umum, menanyakan setiap langkah penting, dan memastikan bahwa dana negara benar-benar diperuntukkan bagi seluruh rakyat.

Mari kita ungkapkan pandangan dengan pendekatan yang tenang, analitis, dan berkelanjutan supaya sistem demokrasi di Indonesia benar-benar berfungsi untuk semua orang, bukan hanya untuk segelintir individu.

Penulis: Soum Milza (Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X