Makna Sumpah Pemuda buat Pejabat

photo author
- Jumat, 29 Oktober 2021 | 06:26 WIB
Ilustrasi sumpah pemuda. (Instagram.com/sumpahpemuda.indonesia)
Ilustrasi sumpah pemuda. (Instagram.com/sumpahpemuda.indonesia)

KLIKANGGARAN-- Berbicara semangat Sumpah Pemuda adalah berbicara persatuan bangsa dan cinta Tanah Air. Ketulusan para pemuda saat itu dalam berjuang meraih cita-cita kemerdekaan menjadi teladan utama kita sebagai anak cucunya. Utamanya para pejabat negara sekarang.

Pejabat negara mesti belajar banyak dari para pemuda saat itu yang tulus berjuang memerdekakan bangsa. Semangat bersatu sebagai sama-sama warga negara. Semangat cinta Tanah Air yang melebihi cinta kepada kelompoknya atau partainya menjadi hal yang utama.

Alhasil, pelaksanaan tugas mereka sebagai pejabat negara semata-mata buat negara, bukan kroninya, bukan kelompoknya, bukan ormasnya, bukan partainya, bukan karena politik balas budi, politik dagang sapi, dan sebagainya. Semangat Sumpah Pemuda betul-betul diaplikasikan untuk konteks kekinian.

Baca Juga: French Open 2021: Enam Wakil Indonesia Maju Perempat Final, Shesar Ketemu Kento Momota

Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Sumpah Pemuda seperti tidak dilirik atau diambil hikmahnya. Tahun ke tahun, Presiden ke Presiden, DPR ke DPR, Kapolri ke Kapolri, KPK ke KPK, pejabat negara kita seperti tidak pernah sepi dari pemberitaan korupsi. Entah karena KPK-nya keren atau pejabatnya bejat?

Tingkah polah pejabat negara yang sejatinya abdi negara seperti tidak ada jera-jeranya mencederai kepercayaan rakyat. Lagi dan lagi ada saja yang tertangkap basah menyalip uang negara. Bahkan, sampai berani-beraninya ngembat uang bansos Covid-19. Memalukan!

Pejabat Bersatulah buat Negara!

Dari Sumpah Pemuda, pejabat banyak belajar tentang pentingnya persatuan. Tidak masalah berpartai, berormas, berkelompok, berkomunitas, terlebih berkeluarga, namun ketika kepentingan negara dinomorduakan, apa yang terjadi?

Baca Juga: Facebook Umumkan Rebranding Menjadi Meta

Ketidakprofesional yang akhirnya hadir. Penyimpangan yang akhirnya datang. Pejabat yang melaksanakan tugas akhirnya kurang amanah. Proyek yang dikerjakan kurang terjamin kualitasnya, keselamatannya, efisiensinya, dan lain-lain.

Parahnya, keuntungan proyek justru yang didahulukan. Buat kelompoknya sekian, buat kroninya sekian, dan lain-lain.

Mental ini akhirnya menurun pada mental pejabat berikutnya. Kelompoknya dulu, baru negaranya, baru kepentingan publiknya.

Keceplosan ngomong seorang menteri yang mengatakan bahwa kementeriannya adalah hadiah untuk kelompoknya adalah narasi dangkal dari seorang pejabat. Terlepas konteks pembicaraan itu internal atau eksternal.

Baca Juga: Sejarah Bank Sumsel Babel, Tiga Kali Berganti Nama, dan Tahunnya Berdiri

Tambah lagi, bocornya informasi honor dan tunjangan anggota legislatif yang wah seharusnya menyadarkan bahwa di mata masyarakat penghasilan sekian adalah penghasilan yang jauh dari rata-rata masyarakat umum.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X