Sebab, apa yang kita tulis adalah apa yang kita baca. Jika tidak membaca, bagaimana bisa menulis?
Baca Juga: Film Black Panther, Letitia Wright Bantah Laporan kalau Dirinya Anti-Vaksin
Maka, ini bukan lagi tentang bakat. Ini tentang kegemaran membaca. Hobi inilah yang menstimulasi otak untuk berpikir lebih jauh, lebih luas.
Sesuatu yang menggugah rasa penasaran akan membimbing kita menuju pengetahuan baru. Dan, jika tidak ditulis, kemungkinan pengetahuan ini akan cepat hilang dari memori.
Dengan kata lain, menulis juga merupakan upaya menyebarkan pengetahuan. Itu sebuah keniscayaan. Sebab, tidak semua orang suka menyimak konten audio visual. Lagi pula, buku terasa lebih intim daripada hard disk berkapasitas satu terabyte.
Baca Juga: Duh, Histori Tingkat Piutang Usaha PT Inhutani II Bermasalah dan Terus Meningkat?
Zaman dulu, orang menyebar pengetahuan melalui lembar-lembar daun atau kain yang memiliki keawetan. Tentu saja, sebab dulu belum ada teknologi yang memungkinkan menyimpan rekaman suara. Pilihannya hanya lempengan batu, daun, atau kain. Batu terlalu berat, maka daun atau kain yang menjadi primadona.
Sekarang, teknologi memudahkan orang merekam pemikiran mereka ke dalam tulisan. Belum lagi kemudahan menyebarkannya lewat internet.
Media sosial menjadi ajang pertemuan sekian miliar gagasan seolah-olah menulis itu seperti buang hajat yang mungkin nyaris tanpa usaha. Siapa pun bisa menulis, tidak peduli tulisannya bermakna atau tidak.
Baca Juga: Overcrowded di Rutan Pelanggaran HAM, AMPPAS Ajak Gubsu Jalan-Jalan ke Rutan
Tampak sedikit paradoks, mengingat sebagian orang merasa seolah-olah sama sekali tidak menemukan satu pun gagasan untuk ditulis.
Jadi, bagaimana caranya kita bisa menangkap ide?
Seseorang dengan kebiasaan lewah pikir tentu akan kebanjiran gagasan setiap saat. Bahkan, ketika ia hanya melihat benda yang tergeletak di hadapannya, beberapa gagasan tentang benda itu berseliweran di otaknya.
Baca Juga: Direktur TV Swasta Lokal Ditangkap Polres Metro Jakarta Pusat, Kenapa ya?
Yap, ide tulisan selalu datang sendiri. Mungkin karena kita merasa perlu memancingnya, jadi terkesan ia tidak hadir dengan sendirinya.
Artikel Terkait
Kebijakan Privatisasi BUMN, Porsi Saham Persero, dan Catatan untuk Para Hakim Konstitusi
Relasi Antara Caper, Baper, dan Laper
Fakta Mengagetkan! Ini Dia Empat Tipe Teman yang Wajib Diketahui
Refleksi Kompleksistas Wanita dalam Cerita Fiksi, Ternyata Ada di Dunia Nyatanya Lho
Menengok Kompleksitas Dunia Wanita pada Masa Lalu
Kata Kuntowijoyo, (Laki-Laki) 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga', ketika Ayah Menjadi Pusat Hidup
Mengapa Artikel Non Fiksi yang Ditulis Para Pegiat Fiksi Cenderung Lebih Enak Dibaca?
SD IT atau SD Negeri? Ketika Orang Tua Harus Memilih Pendidikan Dasar
Mengapa Anda Memilih Profesi Sebagai Guru? Apa sih Prestise Seorang Guru?