KLIKANGGARAN-- Menulis, bagi sebagian orang, adalah kegiatan serupa bernapas yang otomatis terlaksana, apa pun kondisinya, yang penting hidung tidak sedang buntu.
Namun, bagi sebagian lainnya, menulis adalah kegiatan yang menguras pikiran dan tenaga, apalagi jika sehari-hari tidak terbiasa dengan bahan bacaan.
Ketika di bangku sekolah dasar, tentu kita pernah mendapat tugas menulis dari guru. Umumnya mengarang cerita (super)pendek, sekitar dua ratus sampai tiga ratus kata.
Baca Juga: Bismillah,...Diberhentikan dari KPK, Novel Baswedan Pilih Jadi Youtuber, Semoga Berkah
Tema yang sering muncul rata-rata soal liburan sekolah atau bercerita soal keluarga atau tema ringan lainnya. Sebagian akan bersorak riang, sebagian serasa menerima hukuman tanpa remisi.
Bagaimana menulis bisa jadi hantu menakutkan? Apakah sesulit itu bicara melalui kata-kata tertulis? Apakah ini ada hubungannya dengan bakat atau kegemaran?
Yah, menulis memang aktivitas yang cukup rumit. Terlepas dari segala macam riset dan penyerapan pengetahuan, menulis adalah sebuah terapi.
Baca Juga: Jatuh Cinta, lalu Mencintai Hingga Terluka, Layakkah?
Jamak diketahui bahwa menulis secara rutin dapat memperlambat proses penurunan kinerja otak. Boleh dibilang, menulis merupakan terapi agar tidak cepat pikun. Itu benar adanya.
Beberapa orang mengaku ingatannya masih cukup kuat karena sehari-hari mereka menulis. Entah jurnal, entah esai, entah fiksi, yang penting ide di kepala tertuang menjadi tulisan.
Sebagian orang mungkin beranggapan keterampilan menulis didapat dari bakat. Itu tidak benar. Bakat memang berpengaruh, tetapi tidak signifikan. Yang paling memengaruhi adalah durasi dan konsistensi latihan.
Baca Juga: Bupati Batang Hari MFA Pimpin Rakor MCP KPK RI dengan OPD di Linkup Pemda Batang Hari
Coba saja kalian tanya para penulis top, apakah mereka mendapatkan keterampilan menulis hanya dalam satu atau dua malam? Ah, terlalu pendek. Ralat. Apakah mereka langsung mahir menulis dalam satu atau dua bulan? Jawabannya, tidak.
Perlu waktu bertahun-tahun hingga mereka menghasilkan tulisan yang begitu bernas dan bermakna. Tentu saja, proses itu didukung dengan bahan bacaan yang tak terhitung jumlahnya.
Artikel Terkait
Kebijakan Privatisasi BUMN, Porsi Saham Persero, dan Catatan untuk Para Hakim Konstitusi
Relasi Antara Caper, Baper, dan Laper
Fakta Mengagetkan! Ini Dia Empat Tipe Teman yang Wajib Diketahui
Refleksi Kompleksistas Wanita dalam Cerita Fiksi, Ternyata Ada di Dunia Nyatanya Lho
Menengok Kompleksitas Dunia Wanita pada Masa Lalu
Kata Kuntowijoyo, (Laki-Laki) 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga', ketika Ayah Menjadi Pusat Hidup
Mengapa Artikel Non Fiksi yang Ditulis Para Pegiat Fiksi Cenderung Lebih Enak Dibaca?
SD IT atau SD Negeri? Ketika Orang Tua Harus Memilih Pendidikan Dasar
Mengapa Anda Memilih Profesi Sebagai Guru? Apa sih Prestise Seorang Guru?