Namun di kemudian naik kapal kembali seperti dengan perusahaan yang sama sebelumnya, yang ber-CBA dengan KPI. Masuk lagi atau kembali oleh "zombie" PP KPI dianggap sebagai pelaut anggota KPI. Dengan demikian dan tidak tertutup kemungkinan besar, ada seorang pelaut yang pegang kartu tanda anggota (KTA) KPI yang bukan satu KTA. Ini realita.
Baca Juga: Ini Cara Timnas Menang Melawan Thailand di Final
Padahal dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU SP/SB) terkait keanggotaan serikat pekerja itu jika pekerja (pelaut) menyampaikan permintaan berhenti secara tertulis kepada serikat pekerja (KPI). Jadi, bukan diberhentikan oleh karena tidak bayar iuran anggota selama dua tahun berturut-turut diklem diberhentikan atau keluar dari keanggotaan di KPI.
Kedzholiman seperti itu kemudian dijadikan modus untuk jika Tuntutan Reformasi Total KPI 17 Desember 2020 yang diajukan kepada Presiden Jokowi dan untuk perhatian Menhub Budi Karya Sumadi, dalam catatan Plt. Kasubdit Kepelautan Ditkapel Capt. Jaja Suparman disebutkan yang mengatasnamakan Masyarakat Pelaut NKRI itu "Bukan Pelaut Anggota KPI". Artinya, modus "zombie" PP KPI termakan tanpa dikunyah lagi oleh pejabat pemerintah yang punya otoritas dan kapasitas sebagai Pembina KPI eks officio, sangatlah memilukan.
Taruhlah PP KPI sodorkan ketentuan AD/ART KPI yang menyimpang dari ketentuan UU SP/SB terkait Keanggotaan. Apakah juga yang bernama Mathias Tambing taruhlah bukan pelaut anggota KPI tapi langsung jadi Sekjen KPI dalam Munaslub tahun 2001, apakah sesuai dengan AD/ART KPI yang mengatur untuk menjadi pengurus KPI pusat harus menjadi pengurus cabang lebih dulu dengan masa bakti 10 tahun misalnya.
Ini bukti bagaimana PP KPI menjadikan frasa "bukan pelaut anggota" sebagai modus senjata pamungkasnya tanpa mereka sadari jika mereka juga melanggar AD/ART KPI karena belum 10 tahun jadi pengurus cabang sudah duduk di PP KPI dengan jabatan yang strategis lagi.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Hal-Hal yang Dibicarakan Ketika Raymond Carver Bicara Soal Cinta
Ironisnya ketika Hasoloan Siregar menyodorkan surat dari Kemenkumham 29 Oktober 2015 yang dengan tegas mengklarifikasi jika nama Kesatuan Pelaut Indonesia tidak terdaftar dalam database badan hukum perkumpulan di Subdit Badan Hukum Ditperdata Ditjen AHU Kemenkumham, oleh Plt Kasubdit Kepelautan Ditkapel Capt. Jaja Suparman "dicuekin" begitu saja. Ini sangat ironis.
Ketika Kongres VII KPI tahun 2009 deadlock, PP KPI periode 2004-2009 demisioner, tidak terjadi pemilihan PP KPI yang baru untuk periode 2009-2014, dan tidak ada SK Pimpinan Kongres VII KPI tentang Penetapan dan Pengesahan PP KPI periode 2009-2014.
PP KPI periode 2004-2019 yang demisioner itu mengangkat dirinya sendiri sebagai PP KPI periode 2009-2014 sehingga tidak terdaftar di dalam badan hukum perkumpulan di Subdit Badan Hukum Ditperdata Ditjen AHU Kemenkumham, tidak tertutup kemungkinan masih ada CBA antara perusahaan dengan KPI yang disetujui oleh pejabat Ditjen Hubla Kemenhub. Padahal jelas PP KPI periode 2009-2014 yang mengangkat dirinya sendiri itu "Illegal". Padahal sejak itu organisasi KPI tidak punya "Legal Standing" dari pemerintah karena tidak terdaftar berbadan hukum perkumpulan di Kemenkumham.
Dari kacamata Komunitas Pelaut Senior, begitu "dzolim" para "zombie" kekuasaan yang harusnya mengurus dan membina pelaut sesuai tugas pokok dan fungsinya, justru pelaut yang sudah memberikan makan dan hidup untuk PP KPI serta memberikan pasokan devisa negara untuk gaji pejabat Pemerintah seperti Ditjen Hubla Kemenhub dan jajaran dibawahnya pada konteks sebagai Pembina KPI eks officio.
Dan, memang mujarab. Modus "bukan pelaut anggota" mampu membelah filosofi "Brotherhood" yang begitu melekat saat dikapal, terlebih lagi jika iklim demokrasi telah banyak melahirkan organisasi-organisasi serikat pekerja profesi pelaut dengan berbagai nama selain organisasi KPI. Para anggota di serikat pekerja profesi pelaut itu menjadi sungkan untuk mengambil sikap solidaritas sesama kaum pelaut yang senasib dan sepenanggungan dalam suatu perjuangan yang sebenarnya untuk kepentingan pelaut ke depan secara menyeluruh.
Tidaklah mungkin setiap organisasi serikat pekerja profesi pelaut yang tidak berprinsip jika organisasi yang dilahirkannya itu dibentuk dari, oleh, dan untuk pelaut Indonesia. Sama seperti saat organisasi KPI dibentuk, yah menyatakan demikian dalam Mukadimah AD/ART-nya.
Kegamangan mengambil sikap bersifat kesetiakawanan, solidaritas dan jatidiri berfilosofi "Brotherhood" memang dibuat sedemikian rupa oleh "zombie" kekuasaan.
Artikel Terkait
Ini Harapan Pelaut Senior Terkait Visi Poros Maritim Presiden Jokowi
Organisasi KPI Makin Carut Marut, Uang Pelaut Jadi Bancakan Pengurus?
Pemahaman Hukum Maritim bagi Pelaut Sangat Penting, Kata Capt Hakeng, Pelaut Harus Profesional
Indonesia Bangsa Maritim, Kedaulatan Energi Harus Sertakan Kapal dan Pelaut
Dunia Pelaut dan Kelautan Indonesia Saat Ini, Aspek Hukum, dan Peluang ke Depannya
Korban Pelaut Terus Berjatuhan, Komunitas Pelaut Senior: ke Mana Ditjen Hubla?
Gedung KPI di Cikini dan Tanjung Priok Milik Pelaut, Bukan Pengurus yang Sesukanya Menguasai
Hari Pekerja Imigran, Ini Suara dari Komunitas Pelaut Senior