"Kenalnya udah lama?" Dimakannya keripik pisang yang ada di toples.
"Belum. Baru seminggu ini. Tapi katanya dia ingin serius. Gak mau pacaran. Maunya langsung nikah."
Baca Juga: Putin versus Erdogan: 'Debat' Penghapusan Hak Veto Anggota Tetap DK PBB
"Tapi kan kenalnya baru seminggu. Berarti kamu belum mengenalnya lebih jauh. Tapi bukan berarti Ayah juga mengijinkan kamu berpacaran," Ayahnya mulai mengubah posisi duduknya. Diambilnya remot, dan dikecilkannya volume tv. Terlihat serius.
"Aku tahu. Selama ini kan ayah memang gak pernah mengijinkan aku pacaran." Kenyataannya, sampai saat itupun Vizaa belum pernah pacaran. Bahkan ketika di kampus ada beberapa lelaki yang mengajaknya pacaran, Vizaa selalu menolaknya. Karena ia takut ayahnya tahu dan pasti akan memarahinya.
Vizaa sangat menghormati ayahnya. Tidak pernah terlintas sedikitpun dalam hatinya ia berkhianat dan berbohong kepadanya. Apalagi setelah ibunya meninggal karena sakit ketika ia berusia duabelas tahun, ketika itu sedang duduk di kelas satu SMP.
Baca Juga: MBOK GINAH, LEO KRISTI DAN YEHUDI MENUHIN (1)
"Ibu pesan, sayang, ketika ibu pergi dari dunia ini nanti, kamu harus selalu menurut sama ayah. Jangan pernah berbohong, jangan pernah sekalipun." Kata-kata itu yang selalu diingatnya setiap saat. Padahal itu sudah berlalu tigabelas tahun lalu, persis sehari sebelum ibunya meninggal.
"Kamu harus tahu latar belakang keluarganya. Siapa orangtuanya, bagaimana kehidupan sehari-harinya, dan banyak hal lagi yang harus kamu ketahui tentang siapa orang yang akan hidup bersamamu selamanya. Sebab nantinya, penikahan bukanlah hal yang main-main. Tidak hanya di dunia, tapi juga sampai ke akhirat kalian akan tetap bersama-sama." Ayahnya menatap wajah Vizaa dengan dalam. Ketika Vizaa mengangkat wajahnya, dilihatnya ada kegelisahan yang terurai di matanya.
"Ayah tidak mau nanti kamu sengsara. Lalu apa yang sudah kamu ketahui tentang, siapa namanya tadi?"
"Firman."
"Iya. Tentang dia."
"Dia udah banyak cerita tentangnya dan keluarganya. Banyak sekali yang sudah dia ceritakan."
"Terus?" Ayahnya terlihat semakin serius.
Baca Juga: Sebanyak 60 Desa Pilkades Serentak di Kabupaten Batang Hari, Tetap Mengacu Standar Prokes Covid-19
Artikel Terkait
PUISI: Sekisah Cappucino
Puisi Cevi Whiesa Manunggaling Hurip.
PUISI: Melukis dalam Doa dan Harapan
PUISI : Cappucino Pagi
CERPEN: Menunggu Kereta
CERPEN FANTASI: Kia, Kakek, dan Alat Tulis Ajaib!
CERPEN: Pensil Frea
PUISI: Rindu Sekolah
PUISI: Haiku untuk Hatimu