KLIKANGGARAN | “Malam Jumat Kliwon! Semua harus di dalam rumah!” Kalimat itu yang tak pernah bosan dilontarkan oleh para orang tua di desa Rumi. “Kenapa?” Pertanyaan dari anak-anak dan remaja ini pun tak pernah terjawab dengan lugas.
Malam Jumat Kliwon selalu dianggap malam yang penuh misteri, terutama di desa tempat Rumi tinggal. Desa Palang Ireng namanya. Sedemikian rapi menyimpan berjuta cerita mistis yang terus bersemedi di bawah atap setiap rumah. Tak seorang pun boleh membangunkan kisah-kisah mistis itu dari pertapaannya.
Di puncak sebuah bukit tak jauh dari Desa Palang Ireng, ada sebuah hutan lebat. Tak seorang pun berani memasukinya, kecuali mereka yang terpaksa atau mereka yang ingin menguji nyali. Khususnya pada setiap jelang malam Jumat Kliwon, semua warga desa diharamkan memasuki hutan itu. Entah mengapa. Bahkan menatap pun tabu!
Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Ternyata Ini Alasan Akun Instagram Ammar Zoni Dijual, Kenapa?
Bukit yang menjulang angkuh itu disebut Bukit Terlarang. Dia berdiri tegak diselimuti kisah-kisah menyeramkan. Kisah tentang makhluk-makhluk halus adalah kudapan bagi warga Desa Palang Ireng. Kisah tentang arwah penasaran yang bersemayam di dalamnya pun demikian.
Rumi adalah seorang gadis remaja yang pemberani, namun sering kali nekat. Hari itu hati Rumi sedang gundah dan ingin menyendiri di Bukit Terlarang yang menurutnya asri. Pertanyaan Rumi tentang alasan orang tuanya melarang tak terjawab. Malam harinya dia memutuskan untuk menantang mitos yang bercokol di desanya.
Bersama dua sahabatnya, Rama dan Shinta, ia memberanikan diri mendaki bukit itu. Mereka penasaran dengan legenda yang mengatakan bahwa di puncak Bukit Terlarang ada sebuah rumah tua yang seram. Konon, rumah tua itu menjadi tempat berkumpulnya arwah-arwah penasaran. Konon pula, rumah tua itu menjadi tempat orang-orang tertentu menjalankan ritual dengan alam gaib.
"Ayo, kita buktikan kalau semua itu cuma cerita orang tua buat nakut-nakutin kita," kata Rumi saat mereka mulai mendaki bukit.
Baca Juga: Prabowo Targetkan Indonesia Swasembada Pangan 4 – 5 Tahun ke Depan
Malam yang pekat mengendus kehadiran mereka. Binatang malam menyambut ketiganya dengan mengalunkan puisi menyayat. Setiap langkah di atas tanah licin membuat bulu kuduk mereka meremang. Suara-suara aneh mulai terdengar, desir angin seperti bisikan-bisikan yang semakin lama semakin jelas.
Rumi, Rama, dan Shinta, tanpa dikomando berbarengan menghentikan langkah. Ketiganya saling menatap setelah melihat ke arah hutan. Di kejauhan, mereka melihat sekelebat bayangan di antara pepohonan. Setiap kali mereka mencoba mengarahkan senter, tak ada apa-apa.
"Aku rasa, kita harus balik sekarang, Rumi. Perasaanku nggak enak," bisik Shinta dengan suara bergetar, tangannya mencengkeram lengan Rumi.
Rama yang sedari tadi paling tenang, kali ini hanya diam. Wajahnya pucat, firasat buruk jelas terlukis di sana. Kepalanya menunduk, sesuatu entah apa menghantui pikirannya.
“Nggak. Kita jangan kalah sama rumor.” Rumi dengan nada tegas menolak untuk mundur. “Yuk, kita lanjutin, bentar lagi sampai, kok.”
Artikel Terkait
Cerita Mistis dari Dieng, Suara Denting Sendok dan Cangkir
Kisah Mistis Besari, Perempuan Berperut Balon
Jeritan Mistis Besari Menjadi Milikku
Malam Jumat dan Ritual Mistis si Orang Pintar