CERPEN: Kisah Seorang Santri

photo author
- Jumat, 22 Oktober 2021 | 09:31 WIB
Ilustrasi (Instagram/@santriindonesia)
Ilustrasi (Instagram/@santriindonesia)

Sebab kenyataannya, tidak semua orang kaya hidupnya bahagia, dan tidak semua orang yang terlihat susah hidupnya tidak bahagia. Bahagia dan tidak itu tidak diukur dari harta juga kedudukan." Vizaa mendengarkan dengan hatinya yang tertenangkan.

Baca Juga: Nama Sekolah yang Tidak Lazim, Mulai SDN Pocong, Setan, hingga Siluman

Firman berhasil mebuatnya yakin bahwa dia memang lelaki yang diinginkannya. Kedewasaan dalam berpikir, kebijaksanaanya dalam menyikapi kejadian itu cukup membuatnya bangga.

"Insyaalloh aku akan datang ke rumahmu untuk bertemu ayah dalam seminggu lagi. Aku akan berusaha meyakinkannya bahwa aku benar-benar serius, tidak main-main. Dan aku akan melamarmu langsung kepada ayahmu." Fizaa merasa lebih tenang.

Dan malam itu, ia lewatkan dengan senyum di sebelum tidurnya. Sampai pada sepertiga malam, dalam salat malamnya, Vizaa meminta petunjuk terbaik. Istikhrah. Dan keteguhan hati serta keyakinannya terhadap Firman semakin bertambah. Baginya itu adalah petunjuk.

Ayahnya, tidak kuasa menolak lamaran Firman setelah Vizaa memohon dan meyakinkannya bahwa Firmanlah lelaki yang diidamkannya, yang datang dalam mimpinya setelah istikhoroh kepada Yang Maha Kuasa.

Baca Juga: Pemda Tanjabtim dan KKI Warsi Menandatangani Nota Kesepakatan dalam Rangka Pencegahan Karhutla

Dengan berat hati, karena di kedalaman hatinya ia tidak ingin mengecewakan anaknya, apalagi setelah isterinya meninggal. Hal ini disebabkan oleh karena isterinya sebelum meninggal selalu bilang; ‘jagalah Vizaa jangan pernah menyakiti hatinya. Rawatlah dengan penuh kasih dan sayang.’ Bahkan Hasan sampai usia Vizaa dua puluh lima tahun sekarang, ia belum menikah lagi. Ia takut jika nanti pengganti isterinya tidak menyayangi Vizaa seperti mendiang isterinya.

*

"Abie!!" Aku mendengar dari dalam kamar isteriku berteriak memanggil. Suaranya yang selalu menentramkan hati, selalu berhasil membuatku tersenyum.

"Iya Ummi..." Jawabku tenang, lalu kulihat ia mendekatiku dengan tergesa. "Ada apa..."

"Barusan. Hamiraa menelepon dari Mesir. Katanya bulan depan ketika libur kuliah, dia mau pulang." Isteriku memelukku erat, terlihat kerinduan kepada anaknya, anak kesayangan kami yang lahir duapuluhsatu tahun lalu, sudah hampir setahun tidak pulang dari Universitas Al-Azhar Mesir.

Baca Juga: 22 Oktober adalah Hari Santri Nasional, Berikut Makna Kata Santri Sesungguhnya

"Alhamdulillaah..." Aku pun rindu, tapi aku tahan airmataku.

"Sayangnya Ayah tidak bisa melihat anak kita sampai sedewasa ini..." Vizaa, isteriku yang selalu mendampingiku baik suka maupun duka terus menangis.

Halaman:

Artikel Selanjutnya

PUISI: Sekisah Cappucino

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X