aku adalah secangkir cappucino pagi yang seringkali diseduh ketika matahari mulai berbagi sinar di bumi
menjadi embun ketika biasan demi biasan bersenggama dalam kabut pagi yang wajahnya menyerupai asap
mencair dan mengalir dalam deras aliran sungai dekat sawah samping rumah menuju laut Cipatujah
wajah luka yang sedikit hilang di sepertiga malam kemudian lenyap tak bersisa ketika azan subuh berkumandang
nyatanya aku benar-benar tak lagi mendengar nyanyian-nyanyian cinta rembulan dalam tarian-tarian kesakitan
menetap dalam tatapan yang hanyut di kedalaman samudera kesepian
hari berganti aku tetap di sini merangkai kata menjadi kalimat pada bait-bait senja yang pagi
kemudian sajak-sajak tentangMu seolah taburan cokelat di atas secangkir cappucino
membentuk perasaan abadi
Tasikmalaya, Oktober 2021
Artikel Terkait
Lelaki Air Mata Ikan
Secret Door
Guru Berdaster
Kita Membutuhkan Kata Saling
PUISI: Aku Akan Menangis Lain Kali
PUISI: Rembulan Menangis
CERPEN: Pertemuan Kedua
PUISI: Sekisah Cappucino
Puisi Cevi Whiesa Manunggaling Hurip.
PUISI: Melukis dalam Doa dan Harapan