MBOK GINAH, LEO KRISTI DAN YEHUDI MENUHIN (1)

photo author
- Kamis, 21 Oktober 2021 | 22:14 WIB
Ilustrasi (Ilustrasi/Dodi)
Ilustrasi (Ilustrasi/Dodi)

 

 

Bagi saya, menjadi Indonesia itu tidak mudah. Beruntung pada masa kanak dan remaja saya dulu, saya menemukan musik Leo Kristi. Musiknya banyak mengajari saya --setidaknya saya jadi sedikit lebih mengerti dan turut merasa "menjadi Indonesia" melalui lagu-lagunya.

----


Ini cerita keluargaku. Hingga umur 3 atau 4 tahun aku masih suka digendong dan ditidurkan oleh MbokGinah. Terutama jika aku rewel dan susah tidur. Namun, ada yang tak lazim: ia lebih sering membawaku ke kebun belakang kami yang gelap.

Dan terjadilah drama yang sama itu, dengan jurus pamungkasnya sebuah tembang yang ia rengeng-rengeng-kan, Mbok Ginah tinggal menungguku mengeluarkan air mata –tapi bukan tangis-- lantas biasanya tak lama kemudian akupun terlelap dengan damai.


Cerita tentang “keanehan” drama antara aku dan Mbok Ginah ini beredar di kalangan famili dan keluargaku. Beberapa di antara mereka bahkan memerlukan bertandang ke rumahku, hanya agar bisa menyaksikannya sendiri “secara live”. Ketika aku beranjak dewasa, mereka suka meledekku,

“... jangan-jangan itu bukan tembang, tapi mantra... Lagipula, ia suka menggendongmu ke dekatpapringan, kan?”

Baca Juga: Presiden Turki, Erdogan, Mempertimbangkan Usir 10 Duta Besar Barat sebab Serukan Pembebasan Tokoh Oposisi

Dengan bercanda mereka mengingatkanku bahwa Mbok Ginah dulunya seorang dukun, sebelum beranjak tua dan kemudian mengasuhku sejak bayi. Aku hanya bisa ketawa kecut dan tidak pernah benar-benar menanggapi.


Ayah dan almarhumah ibuku pun ternyata tidak mengetahui apa yang dulu Mbok Ginah tembangkan.

“Itu bukan tembang dolanan, mungkin sejenis mocopat kuno yang sekarang sudah punah,” kata Ibu.


Ada serpihan kenangan yang masih aku ingat. Kenangan paling jauh dari masa kanak-kanak dan bayiku tentang musik.

 

Baca Juga: Sebanyak 60 Desa Pilkades Serentak di Kabupaten Batang Hari, Tetap Mengacu Standar Prokes Covid-19

Halaman:

Artikel Selanjutnya

Bukan Puisi, Hanya Opini

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X