KLIKANGGARAN -- Novel “Hati Suhita” karya Khilma Anis menawarkan pandangan yang menarik terhadap perjuangan wanita dalam menghadapi tantangan sosial dan budaya.
Dengan menggunakan pendekatan feminisme liberal, kita dapat menggali aspek-aspek dalam novel ini yang mencerminkan perjuangan dan pembebasan wanita dari stereotip gender.
Pendekatan feminisme liberal menekankan pada kesetaraan gender dan kebebasan individu. Dalam “Hati Suhita”, tokoh utama, Suhita, menantang norma-norma yang mengikat wanita dalam perannya sebagai ibu dan istri. Dia mengejar karir sebagai seorang seniman, menolak menjadi terjebak dalam peran yang ditetapkan oleh masyarakat patriarkal.
Novel ini memperlihatkan perjuangan Suhita dalam mengejar mimpinya, yang sering kali bertentangan dengan ekspektasi sosial terhadap wanita. Dengan mengeksplorasi identitasnya di luar peran-peran tradisional, Suhita menginspirasi pembaca untuk mempertanyakan norma-norma yang membatasi kebebasan individu berdasarkan jenis kelamin.
Melalui hubungan romantis Suhita dengan tokoh lain dalam novel ini, pembaca disuguhkan dengan dinamika yang menunjukkan kesetaraan dalam kemitraan. Suhita tidak hanya menjadi objek kasih sayang, tetapi juga memiliki kebebasan untuk mengejar kebahagiaan dan meraih kesuksesan dalam hubungan tersebut.
Feminisme liberal menekankan pentingnya mengakui kebutuhan dan hak-hak individu, terlepas dari gender. Dalam “Hati Suhita”, Khilma Anis membawa pembaca untuk memahami kompleksitas kehidupan wanita modern dan hak mereka untuk mengejar kebahagiaan, kesuksesan, dan pemenuhan diri.
Melalui pendekatan feminisme liberal, “Hati Suhita” tidak hanya menjadi sebuah kisah tentang perjuangan seorang wanita, tetapi juga merupakan cermin dari perubahan sosial dan budaya yang sedang terjadi.
Novel ini menginspirasi pembaca untuk mempertanyakan norma-norma yang mengikat dan membebaskan mereka untuk mengeksplorasi potensi penuh mereka sebagai individu, terlepas dari jenis kelamin mereka.
Dengan demikian, novel “Hati Suhita” tidak hanya sebuah karya sastra, tetapi juga sebuah manifesto untuk kesetaraan dan kebebasan individu dalam masyarakat yang semakin maju.
Penulis: Nur Izzah Karimah (Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang)
Artikel Terkait
Konflik Internal dalam novel 'Sang Penandai' Karya Tere Liye: Telaah Psikoanalisis Sigmund Freud
Puncak HUT XXV Luwu Utara, Bupati Indah Laporkan Dampak Bencana Banjir di Hadapan Gubernur
Bupati Lutra Gelar Nonton Bareng Semifinal Indonesia vs Uzbekistan, Berhadiah Menarik
Inilah Sosok Wasit Shen Yinhao Pimpin Laga Indonesia U23 Vs Uzbekistan, Hubner: Bikin Sial!
Keputusan Wasit Shen Yinhao Ini yang Dianggap Tidak Adil dan Merugikan Timnas Indonesia, Apa Saja?
Sinopsis Lovely Runner Episode 7: Di Hari Kecelakaan, Apakah Sun Jae Menyelamatkan Im Sol?
Bongkar Kelakuan Rizky Irmansyah, Nikita Mirzani: Gue Digebuk!
Pratama Arhan Cetak Gol Bunuh Diri Dihujat Warganet, Begini Tanggapan Sang Ibu yang Bikin Nyesek
Innalillahi, Selebgram Bro Jabro Si Mahasiswa Bersayap Dikabarkan Meninggal Dunia, Ini Sosoknya
Kronologi dan Alasan Kata 'Shibal' Trending Topic di Twitter, Artinya Apa?