KLIKANGGARAN - Wacana privatisasi/penjualan/swastanisasi Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebenarnya sudah mulai disosialisasikan di internal PLN sekitar 1999 - 2000 dengan istilah PAC (Public Awareness Campaign).
Bahan-bahan PAC diambilkan dari "The White Paper" Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan. Kebijakan diterbitkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi RI pada 25 Agustus 1998, yang sebenarnya adalah "konsep" dari International Financial Institutions/IFIs (seperti WB, ADB, IMF) yang merupakan follow up dari LOI (Letter Of Intent) yang ditandatangani Pemerintah RI tanggal 31 Oktober 1997.
Saat itu penjabaran PAC sangat jelas dan tegas. Seperti PLN sudah terlalu besar, sehingga harus dipotong-potong dan diseleksi. Mana yang harus diprivatisasi (dijual) ke swasta bahkan ke swasta asing, dan mana yang harus tetap dikelola PLN.
Diperkenalkan istilah-istilah seperti "Unbundling" (pemecahan). Ada Unbundling Vertikal (pemecahan fungsi) maupun Unbundling horisontal (pemecahan kawasan).
Baca Juga: Diduga Ada Permainan Proyek di Kemendesa PDT dan Transmigrasi, Ini Beberapa Catatan CBA
Saat itu dijelaskan bahwa yang akan di-Unbundling Vertikal adalah Jawa-Bali, yaitu dengan menjual pembangkit dan ritail ke swasta. Sedang Transmisi dan Distribusi tetap dioperasikan oleh PLN. Selanjutnya tarip listrik akan dilepas ke pasar bebas dalam System MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) dan seterusnya!
Rencana penjualan pembangkit seperti PLTU Suralaya, Muara Karang, Paiton, dan lainnya, saat itu sudah akan dimulai. Seiring dengan penjualan Indosat, kapal tangker VLCC Pertamina, dan lain-lain. Namun, didemo oleh SP PLN, sehingga untuk privatisasi pembangkit dilakukan dengan strategi IPP (Independent Power Producer) yaitu mengundang investor asing untuk membangun PLTU dan menjual stroomnya ke PLN.
Kalau dulu (tahun 2000 an) masalah privatisasi/penjualan PLN masih dalam tahap wacana, sekarang ini sudah terjadi. Mulai 2020 PLN Jawa-Bali sudah dikuasai Aseng/Asing. Dan, saat ini sebenarnya sudah berlangsung mekanisme pasar bebas kelistrikan. Namun, P2B masih dikuasai oleh PLN, sehingga tarip listrik masih terkendali (dengan konsekuensi Pemerintah harus keluarkan subsidi) dan belum terjadi MBMS.
Baca Juga: Cerbung: Samudra di Lautan Malas
Akan tetapi, nanti setelah kebijakan Menteri BUMN sesuai SK No. 352/MBU/10/2021 tentang Pembentukan Sub Holding PLN direalisasikan, maka Kompetisi Penuh Kelistrikan (MBMS) akan terjadi karena subsidi listrik tidak ada lagi. Sehingga berakibat melejitnya tarip listrik. Selanjutnya PLN Jawa-Bali akan dibubarkan dan PLN Luar Jawa-Bali akan diserahkan ke Pemda masing-masing!
Kejadian ini merupakan "grand scenario" WB, ADB, IMF dalam "The Power Sector Restructuring Program "(PSRP) 1998 yang dijiplak menjadi "The White Paper" di atas. Dan, dijadikan Naskah Akademik UU Ketenagalistrikan yang dibatalkan MK, namun dihidupkan lagi ke dalam Cluster Ketenagalistrikan UU No 11/2020 Cluster Ketenagalistrikan.
Semua itu bisa berlangsung dengan peran "konspirasi" DPR RI dan oknum pejabat setingkat Menko/Menteri, guna membuat aturan-aturan sekaligus ikut "bermain" di dalamnya.
Baca Juga: Gunung Semeru Meletus, Jokowi: Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi
Kesimpulan: