Jakarta,Klikanggaran.com - Kamis, 12 Agustus 2021, UU Minerba nomor 3 tahun 2020 akhirnya terbukti telah mengancam pasokan batubara PLN untuk kebutuhan pembangkit listriknya, dikarenakan hanya ada stok kebutuhan untuk 3 hari, ini sangat kritis.
Inilah akibat dari hasil revisi UU Minerba itulah menyebabkan BUMN Tambang dan PLN kehilangan kesempatan memiliki tambang terminasi milik 7 tambang PKP2B.
Sehingga, keamanan pasokan PLN pun terganggu, di saat harga tinggi dan disparitas harga ekspor dengan harga batubara untuk kelistrikan pembangkit PLN sangat lebar, sehingga produsen lebih baik mengekspor dari pada memenuhi kewajiban DMO ( Domestic Market Obligation).
Meskipun Kementerian ESDM menerbitkan surat keputusan nmr 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang memberikan sanksi berupa denda hingga larangan ekspor bagi 34 produsen batubara yang tidak dapat memenuhi komitmen DMO, tetapi tampaknya tidak akan menyelesaikan persoalan mendasar, adalah ketergantungan PLN sepanjang masa terhadap produsen.
Padahal, jika mengacu pada UU Minerba nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, di pasal 75 ayat 3 jelas dikatakan setiap tambang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dan KK (Kontrak Karya ) yang berakhir kontraknya harus dikembalikan kepada negara, kemudian diberikan hak prioritas pengelolaan kepada BUMN dan BUMD.
Pasal krusial itulah sesungguhnya dibalik motif revisi UU Minerba tersebut, sehingga jika saat ini PLN mengalami kritis pasokan batubara, sesungguhnya itu merupakan buah dari kebijkan Pemerintah dan DPR yang tidak mengamodir kepetingan nasional jangka panjang, yaitu tidak taat dalam mengimplementasi makna pasal 33 UUD 1945 itu sendiri, yakni menguasai cabang produksi penting harus dikuasai negara.
Sehingga ketentuan DMO selalu akan selalu dilanggar pemilik tambang ketika harga batubara di pasaran internasional melambung tinggi, sementara harga beli PLN separuh harga pasaran internasional.
Sehingga PLN menjadi korban dari kebijakan negara sendiri, akibat Pemerintah dan DPR sepakat menghilangkan pasal krusial tersebut di UU Minerba nmr 3 tahun 2020, tentu mengancam ketahanan energi nasional jangka panjang.
Kemudian, jelas dan terang benderang terlihat adanya perbedaan sikap pembelaan terhadap BUMN antara Rini Soemarno dgn Erick Tohir sebagai Menteri BUMN dalam menghadapi produk UU Minerba nmr 3 tahun 2020.
Jika Rini berani buat surat ke Presiden untuk menjaga kepentingan BUMN terkait tambang batubara, tetapi Erick Tohir terkesan cuek aja tuh, apa karena perusahaan keluarganya memiliki tambang PKP2B juga ?.
Mengingat saat ini baru hanya PT. Arutmin yang diperpanjang IUPK, semestinya perlu dievaluasi untuk pemilik PKP2B lainnya yang belum diterbitkan IUPK nya.
Agar keberpihakan kepada kepentingan Negara dapat diperkuat. Sebagai contoh Arutmin, yang justru telah menjadi IUPK itu yang malah melanggar DMO, ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah dalam menetapkan keputusan perpanjangan setelah masa kontrak PKP2B habis bagi yang lain.
Oleh: Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman.