Walaupun Daendels dalam mengekploitasi kayu jati sudah meminta izin dengan cara memaksa kepada penguasa Surakarta yakni Sunan Paku Buwono IV dan raja Yogyakarta yakni Sultan Hamengku Buwono II dan setiap tahunnya kedua raja Jawa itu akan diberi uang kompensasi, tetapi bagi Raden Ronggo III kebijakan Daendels ini sangat merugikan Ronggo III dan rakyat Madiun.
Baca Juga: Fotonya dengan Dokter Thais Aliabadi Dikomentari Keluarga Kardarshian, Nikita Willy Merasa Spesial
Tentu saja menolaknya Ronggo III dianggap ancaman bagi Daendels. Apalagi memang selama ini Ronggo III sangat tidak menyukai Perancis-Belanda di bawah kekuasaan Daendels di Jawa. Setelah perestiwa Desa Ngabel dan Sekedok, Ronggo dipersalahkan Daendesl, dan harus diburu untuk disingkirkan. Karena Ronggo III harus ditangkap dan dihukum secara hukum kolonial maka Ronggo III melawannya sehingga terbunuh pada tahun 1810, tandas Lilik.
Pada kesempatan itu Akhlis menutup diskusi dengan mengatakan, bahwa Ronggo III adalah sosok pejuang yang sudah mengedepankan prinsip pluralisme. Dia tidak membeda-bedakan ras dan etnis dalam mencari dukungan melawan Belanda.
Masyarakat Cina diminta Ronggo III untuk bersama-sama melawan Daendels yang sewenang-wenang. Untuk itulah dalam pertempuran di Sekaran (Kertosono) yang mengakibatkan gugurnya Ronggo III ada beberapa etnis Cina yang menjadi pengikutnya.
Baca Juga: Belanja Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Fakfak Tidak Sesuai Ketentuan
Setelah gugurnya Ronggo III, dia dimakamkan di pemakaman Banyusumurup sebuah tempat pemakaman khusus untuk para punggawa Mataram yang dianggap penghianat Mataram. Sebenarnya Sultan kedua tidak tega memperlakukan punggawa dan menantunya diperlakukan bak penjahat biasa, tetapi karena tekanan keras Daendels, maka Sultan kedua terpakasa mengikuti kemauan Daendels agar dia tidak dianggap terlibat dalam pemberontakan Ronggo III.
Beruntung Raja Yogyakarta mempunyai sosok panutan yang mengetahui arti leluhur yang diluhurkan yakni Sultan Hamengku Buwono IX. Pada tahun 1957 kerangka Ronggo III dipindahkan disamping pusara permaisurinya yang sangat dicintainya yakni Ratu Maduretno di sebuah bukit yang teduh dan sejuk di Giripurno Kecamatan Goranggareng Gunung Bancak Magetan Jawa Timur.
Sosok Ronggo III memang dikenal mudah marah, meledak-ledak tetapi sepanjang hidupnya dia anti kolonial. Untuk itulah Sultan Hamengku Buwono IX di saat memindahkan kerangkanya itu, menyematkan julukan kepadanya yang abadi yakni Pejuang Perintis Melawan Kolonial Belanda.***
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.
Editor: Kitt Rose
Artikel Terkait
KHUTBAH JUMAT: Mengapa Harga Minyak Goreng Melambung Tinggi?
Mulai dari Nol, Bangun Paskibra SMK Teratai Putih Global 3 dan 4 Bekasi dengan Kebersamaan
Berkawan Akrab dengan Kehilangan
19 Tahun sejak Invasi AS ke Irak, Apakah Barat Telah Mengambil Pelajaran?
Rakyat Butuh Subsidi Minyak Goreng Pemerintah Malah Ajak Rakyat Ikut Sumbangan Dana IKN
Bahaya TBC, 11 Kematian Perjam dan Kerugian Negara Rp136,7 Pertahun
Mandalika dan Penciptaan Lapangan Kerja
Konsep Frasa Crazy Rich dan Orang Kaya
Inilah Makna yang Terkandung dalam Setiap Hurup 'Lintasarta' yang Konsisten Membangun Negeri
Mengenal Sosok Danjen Kopassus yang baru: Sang "Pam Pam" Puncaki Korp Baret Merah