Ronggo III: Pejuang Perintis Melawan Kolonial Belanda

photo author
- Minggu, 10 April 2022 | 21:25 WIB
Pengusulan Tokoh Lokal Anti Kolonial Sebagai Pahlawan (HISTORIA.AGSI)
Pengusulan Tokoh Lokal Anti Kolonial Sebagai Pahlawan (HISTORIA.AGSI)

Seorang minister (dahulu sebelum Daendesl berkuasa disebut residen) didaulat sebagai wakil langsung gubernur jenderal di Batavia bahkan wakil resmi Ratu Belanda. Untuk itulah seorang minister harus duduk sama tinggingnya dengan Sultan.

Tentu saja Sultan Hamengku Buwono II tidak terima. Ronggo III sebagai punggawa keraton Yogyakarta sekaligus menantu Sultan juga tidak terima rajanya diperlakukan rendah oleh Daendels. Akhlis berujar Ronggo, III adalah salah satu punggawa Keraton Yogyakarta yang tidak membebek seperti punggawa lain seperti Patih Danurejo II.

Sementara itu Lilik Suharmaji yang mengawali diskusi sebagai host itu mengatakan bahwa latar belakang Raden Ronggo III melawan Daendels karena memang saat itu Daendels di bawah tekanan Kolonial Inggris yang juga ingin menguasai Jawa.

Baca Juga: Tagar Save Reog Ponorogo Trending di Twitter, Warganet Geram : Namanya saja Ponorogo, Asli Indonesia!

Sebelum Inggris datang ke tanah Jawa, Daendels yang memang seorang jenderal perang menyiapkan infrastruktur yang kuat disamping personil militer yang tangguh. Ifrastruktur yang disiapkan misalanya barak tentara, jembatan, kapal dan sebagainya yang kesemuanya itu dibuat dari kayu Jati.

Sementara itu di pesisir atau di pantai utara Jawa memang banyak kayu jati, tetapi kualitas tidak bagus karena kadar garamnya tinggi. Kayu jati yang berkualitas tinggi ada di pedalaman dan salah satunya di Madiun wilayah kekuasaan Ronggo III.

Walaupun Daendels dalam mengekploitasi kayu jati sudah meminta izin dengan cara memaksa kepada penguasa Surakarta yakni Sunan Paku Buwono IV dan raja Yogyakarta yakni Sultan Hamengku Buwono II dan setiap tahunnya kedua raja Jawa itu akan diberi uang kompensasi, tetapi bagi Raden Ronggo III kebijakan Daendels ini sangat merugikan Ronggo III dan rakyat Madiun.

Baca Juga: Fotonya dengan Dokter Thais Aliabadi Dikomentari Keluarga Kardarshian, Nikita Willy Merasa Spesial

Tentu saja menolaknya Ronggo III dianggap ancaman bagi Daendels. Apalagi memang selama ini Ronggo III sangat tidak menyukai Perancis-Belanda di bawah kekuasaan Daendels di Jawa. Setelah perestiwa Desa Ngabel dan Sekedok, Ronggo dipersalahkan Daendesl, dan harus diburu untuk disingkirkan. Karena Ronggo III harus ditangkap dan dihukum secara hukum kolonial maka Ronggo III melawannya sehingga terbunuh pada tahun 1810, tandas Lilik.

Pada kesempatan itu Akhlis menutup diskusi dengan mengatakan, bahwa Ronggo III adalah sosok pejuang yang sudah mengedepankan prinsip pluralisme. Dia tidak membeda-bedakan ras dan etnis dalam mencari dukungan melawan Belanda.

Masyarakat Cina diminta Ronggo III untuk bersama-sama melawan Daendels yang sewenang-wenang. Untuk itulah dalam pertempuran di Sekaran (Kertosono) yang mengakibatkan gugurnya Ronggo III ada beberapa etnis Cina yang menjadi pengikutnya.

Baca Juga: Belanja Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Fakfak Tidak Sesuai Ketentuan

Setelah gugurnya Ronggo III, dia dimakamkan di pemakaman Banyusumurup sebuah tempat pemakaman khusus untuk para punggawa Mataram yang dianggap penghianat Mataram. Sebenarnya Sultan kedua tidak tega memperlakukan punggawa dan menantunya diperlakukan bak penjahat biasa, tetapi karena tekanan keras Daendels, maka Sultan kedua terpakasa mengikuti kemauan Daendels agar dia tidak dianggap terlibat dalam pemberontakan Ronggo III.

Beruntung Raja Yogyakarta mempunyai sosok panutan yang mengetahui arti leluhur yang diluhurkan yakni Sultan Hamengku Buwono IX. Pada tahun 1957 kerangka Ronggo III dipindahkan disamping pusara permaisurinya yang sangat dicintainya yakni Ratu Maduretno di sebuah bukit yang teduh dan sejuk di Giripurno Kecamatan Goranggareng Gunung Bancak Magetan Jawa Timur.

Sosok Ronggo III memang dikenal mudah marah, meledak-ledak tetapi sepanjang hidupnya dia anti kolonial. Untuk itulah Sultan Hamengku Buwono IX di saat memindahkan kerangkanya itu, menyematkan julukan kepadanya yang abadi yakni Pejuang Perintis Melawan Kolonial Belanda.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X