Ketertarikan membutuhkan kecocokan. Tidak akan saling menarik jika ada bagian-bagian yang tidak cocok dipadukan. Seorang perempuan mungkin menyukai lelaki berwajah klimis, tanpa kumis dan jenggot. Akan tetapi, jika mereka tidak kunjung menyatukan diri dalam sebuah komitmen, mungkin memang ada yang belum cocok.
Apa saja yang belum cocok? Oh, banyak faktor dan pasti berbeda-beda di tiap kasusnya.
Mungkin, si perempuan tidak suka kebiasaan si lelaki yang gemar mendengarkan musik metal, apalagi dengan volume luar biasa kencang. Mungkin, si perempuan tidak suka si lelaki yang kerap memakai minyak rambut dengan aroma menyengat. Mungkin juga si lelaki yang tidak menyukai beberapa kebiasaan si perempuan, apa pun itu.
Banyak hal. Dan, itu wajar terjadi selama keduanya masih fokus pada label. Kecocokan baru bisa terjadi jika semua label lepas.
Baca Juga: Kompol Yuni Kapolsek Astanaanyaar yang Ditangkap Karena Konsumsi Sabu, Begini Naibnya Sekarang
Perlu diingat, kecocokan di sini tidak melulu soal kebiasaan atau karakter yang sama. Kecocokan adalah tentang saling melengkapi. Kecocokan adalah perihal kesepakatan-kesepakatan. Urusan brewok bukan lagi menjadi prioritas. Urusan aroma minyak rambut bukan lagi menjadi tema pertengkaran. Kalaupun ada pembahasan, jalan tengah selalu hadir dengan mudah.
Bisa dikatakan, kecocokan sejatinya merupakan keterkaitan yang terjadi secara alamiah. Tidak ada faktor luar yang ikut campur. Segalanya murni karena vibrasi dan frekuensi yang sesuai.
Sejak awal, tubuh kita memiliki sistem pertahanan diri yang luar biasa. Alarm tubuh akan aktif jika menemui vibrasi dan energi yang tidak sesuai, menghasilkan bermacam-macam reaksi yang intinya adalah penolakan, membuat kita menjauh.
Alarm tubuh juga akan aktif jika menemui vibrasi dan energi yang sesuai. Ada pepatah mengatakan, “Cinta bermula dari mata, lalu turun ke hati.” Sebenarnya terbalik. Yang lebih tepat adalah cinta bermula dari hati, lalu naik ke mata (pikiran). Kita tidak lagi melihat segalanya melalui fisik. Mata kita akan langsung tertuju pada sesuatu yang ada di dalam diri orang tersebut. Tidak ada lagi istilah penjajakan atau taaruf karena semua sudah cocok dengan sendirinya bahkan tanpa disebutkan. Itulah mengapa kita kerap menemukan seseorang yang berfisik sempurna jatuh cinta kepada seseorang lainnya yang berfisik tidak sempurna. Bukan karena kasihan, tetapi memang sudah jodoh (baca: cocok).
Baca Juga: Survei SMRC Menyebut Nama Ahok Muncul Sebagai Capres 2024, Bagaimana dengan Prabowo Subianto?
Akhirnya, semua bermuara pada keterikatan. Ikatan ini pun terjadi secara alamiah, muncul begitu saja, bahkan mungkin tanpa perlu ada kalimat semacam “jadian, yuk” atau “deal, ya, kita pacaran”.
Jadi, rasanya kita tidak perlu baper jika seorang teman memutuskan bersama orang lain yang jauh dari dugaan dan ekspektasi kita. Toh kecocokan tidak bisa dikarang, apalagi dipaksakan. Sekian.
Artikel Terkait
Pentingnya Pembelajaran PJOK di Masa Pandemi, Lets Workout, Push The Limit, Change Your Habit
Creeping Privatization atau Privatisasi Merangkak di PLN
Mengulik Makna Selangkangan
Jangan Stigma Negatif Pesantren
Pastikan Desain Terbaik Bimtek Saksi Partai Politik di Pemilu 2024, Bawaslu Gelar Kegiatan Evaluasi
Relasi Sinergis Nahdlatul Ulama-Partai Gerindra
Hari Ibu: Antara Perayaan Hura-Hura dan Simbol Keadilan
Kiai Said Gus Yahya dan Kiai As’ad, Siapa yang Masih Pertahankan Citra Kesederhanaan NU?
Filosofi 'Brotherhood' di Kapal, Kesetiakawanan Pelaut Tergerus di Darat Karena 'Zombie' Kekuasaan
Membedah AD ART yang Dijadikan Modus PP KPI Klem 'Bukan Pelaut Anggota' Lagi