KLIKANGGARAN - Di masa pandemi, guru PJOK dituntut untuk terus mencari dan menemukan inovasi atau metode pembelajaran baru. Agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan efektif walaupun pada kenyataanya, mata pelajaran PJOK dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang penting.
Padahal pelajaran PJOK sangatlah penting karena dapat berkontribusi dalam proses kebugaran jasmani dan kesehatan mereka. Ini pun membuka wawasan mereka bahwa penting bagi mereka untuk melakukan aktivitas olahraga minimal 150 menit dalam seminggu sebagaimana yang disarankan oleh Kemenkes dan WHO dalam bukunya.
Masih membahas pelajaran PJOK, dalam literatur buku lain, program aktivitas fisik setelah sekolah telah menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan peningkatan kebugaran aerobik. Ini telah terbukti memediasi peningkatan kinerja akademik (Fredericks et al., 2006), serta alokasi sumber daya saraf yang mendasari kinerja pada tugas memori kerja (Kamijo et al., 2011).
Kompetensi yang dimandatkan oleh pemerintah memiliki konsekuensi yang kurang diharapkan oleh guru PJOK, karena kompetensi tersebut mengakibatkan pengurangan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif secara fisik selama pembelejaran di sekolah.
Baca Juga: Menulis dan Masalah Mental, Ini Dampaknya jika Diabaikan
Pergeseran umum waktu di sekolah dari mata pelajaran PJOK memungkinkan lebih banyak waktu pada mata pelajaran akademik. Selain itu, beberapa peserta didik ditahan dari kelas PJOK atau istirahat untuk berpartisipasi dalam remedial atau pengayaan belajar yang dirancang untuk meningkatkan kinerja akademik (Pellegrine dan Bohm 2005; bab 5).
Namun, sedikit bukti yang mendukung gagasan bahwa lebih banyak waktu yang dialokasikan untuk materi pelajaran akan diterjemahkan ke dalam nilai tes yang lebih baik.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peserta didik merespon lebih cepat dan dengan akurasi yang lebih besar untuk berbagai tugas kognitif setelah berpartisipasi dalam sesi aktivitas fisik (Tomporowski, 2003; Budde et al., 2008; Hillman et al., 2009; Pesce et al., 2009; Ellemberg dan St. -Louis-Deschênes, 2010).
Satu serangan aktivitas fisik intensitas sedang telah ditemukan untuk meningkatkan saraf dan perilaku yang terkait dengan alokasi perhatian pada tugas kognitif tertentu (Hillman et al., 2009; Pontifex et al., 2012). Dan, ketika anak-anak yang berpartisipasi dalam 30 menit aktivitas fisik aerobik dibandingkan dengan anak-anak yang menonton televisi untuk jumlah waktu yang sama, anak-anak yang pertama secara kognitif mengungguli yang terakhir (Ellemberg dan St-Louis-Desêhenes, 2010).
Artikel Terkait
Bawaslu: SKPP Sarana Pendidikan Politik Generasi Muda
SD IT atau SD Negeri? Ketika Orang Tua Harus Memilih Pendidikan Dasar
Komunitas Peduli Pendidikan Sebut Aliansi Dosen Tidak Representasikan Sivitas Akademika UNJ
Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNJ Selenggarakan KKL Daring: Harus Antusias Dong
BEMP Pendidikan Sejarah UNJ: Pelatihan Keguruan dan Microteaching
Dompet Dhuafa Bersama Citra Swarna Group Peduli Pendidikan Anak Yatim Akibat Covid-19
KODI DKI Jakarta Selenggarakan Wisuda Pendidikan Kader Mubalig Angkatan XXVII