KLIKANGGARAN--Karya sastra, seperti halnya budaya itu sendiri, berkembang seiring zaman. Layaknya air, ia akan mengikuti bentuk yang pas sesuai kebutuhan kala itu. Atau, dengan kata lain, karya sastra umumnya akan mengikuti selera pasar. Kecuali, ada yang mbalelo sedikit dengan memberi gebrakan tak lazim.
Akan tetapi, seberapa pun absurdnya sebuah karya sastra, ia tidak akan jauh-jauh dari apa yang telah jamak ditulis. Yang membedakan mungkin hanya tingkatan nyawa dan energi yang terkandung di dalamnya. Juga, seberapa kuat penulis menanamkan dirinya dalam karya tersebut.
Kali ini saya ingin membahas komposisi yang terkandung dalam sebuah karya, khususnya pada karya sastra (cerpen atau novel) yang diperuntukkan kepada pembaca dewasa. Dan, mari kita tetapkan lebih dahulu, bahwa yang dimaksud dewasa di sini adalah manusia yang berusia di atas dua puluh satu tahun.
Sudah barang tentu, dalam sebuah cerita, terdapat konflik yang menjadi menu utama. Tanpa konflik, ia hanya akan menjadi cerita-cerita yang pantasnya dimuat dalam jurnal atau buku harian. Dengan kata lain, konflik adalah keniscayaan.
Lantas, apakah dalam menjalankan konflik pada sebuah cerita, tidak terjadi dinamika? Tentu saja ada. Disadari atau tidak, dinamika itu akan tercipta dengan sendirinya. Insting seorang penulis yang akan melakukannya, berdasarkan pengalaman serta kepekaan yang dimiliki.
Ketika sedang dalam tensi yang tinggi, para tokoh, dengan segala daya upayanya, berusaha mengatasi ketegangan yang ada. Salah satunya dengan seks.
Baca Juga: Syukurlah, Indonesia Masuk Kategori Level 1 Covid-19 Berdasarkan Data CDC
Akan tetapi, sebenarnya seks bukan hanya obat untuk menyingkirkan ketegangan. Seks bisa berada di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, sesuai kebutuhan para tokohnya. Yang menjadi masalah adalah, ketika seorang penulis berusaha menyingkirkan unsur itu dari sebuah kisah, satu aspek kedewasaan sirna begitu saja.
Saya tidak mengatakan tiap orang dewasa harus mengerjakan aktivitas seksual, dengan atau tanpa pasangan. Hanya saja, seks adalah unsur yang telah menyatu dengan kedewasaan.
Oh, seks bukan hanya soal aktivitas bertukar cairan di atas ranjang. Seks bukan hanya perihal berahi dengan segala tetek bengeknya. Jauh melampaui itu, seks adalah penghormatan untuk diri sendiri; untuk tubuh, untuk pikiran, demi kebahagiaan, karena cinta.
Baca Juga: Gara-gara Istri Pamer Duit Segepok di TikTok, Kapolres Ini Kehilangan Jabatan
Memang, dalam sebuah novel, yang sering kita temukan korelasinya dengan seks adalah adegan ranjang. Ada yang vulgar tanpa tedeng aling-aling, tanpa rasa risi menyebut kelamin, tanpa sungkan memaparkan secara detail proses sanggama.