Samurai terpaku menatap Teratai. Bagai raga tak bernyawa lelaki itu tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun, dan tak dapat menggerakkan tubuhnya untuk mencegah Teratai.
Baca Juga: Ratusan Pendatang dari Negara Hotspot Omicron Masuk Bandara Schiphol, Amsterdam
"Aku tidak boleh menyentuhmu, tapi aku telah melakukannya, agar kau tahu betapa aku sangat mencintaimu. Dan, sekarang aku telah menghukum jemari yang telah melakukannya. Agar kau mengerti, cintaku tak bisa aku jadikan alasan untuk menyakiti siapa pun, termasuk istrimu."
Teratai berjalan perlahan menuju ke batu besar di dekat mereka, lalu menuliskan sebaris puisi dengan tetesan darah dari jemarinya. Kemudian berlari menuruni bukit dan menghilang di antara pepohonan.
Samurai segera tersadar apa yang baru saja terjadi dan berlari mengejar Teratai. Namun, sampai petang bergelayut menghiasi awan, tak ditemukannya juga wanita pujaan hatinya.
~
Baca Juga: Semi Final Indonesia Open 2021, Apa yang Dilakukan Jonatan Christie untuk Kalahkan Viktor Axelsen
Hari berikutnya, minggu berikutnya, bahkan sampai berbulan-bulan kemudian Samurai tak juga menemukan Teratai. Mengais harapan dengan sembunyi-sembunyi, Samurai akhirnya mendapatkan keterangan dari para tetangga dan warga desa bahwa Teratai dan keluarganya hijrah ke desa lain entah di mana. Sejak itu Samurai mencoba mengerti keputusan yang diambil kekasihnya untuk pergi darinya.
Dirangkainya hari demi hari bersama istrinya yang entah mengapa tak dapat menghapus bayangan Teratai dari kehidupannya. Tiap saat dicobanya untuk mematikan gelora cinta yang menyiksa. Dipandanginya wajah istrinya tiap sedang terlelap, dicarinya cinta di sana, tapi tak jua ditemukannya.
Selalu berakhir di batu yang pernah dan akan selalu menjadi saksi bisu cintanya bersama Teratai. Dengan lembut Samurai mengusap batu di depannya. Diukirnya kembali syair yang ditinggalkan Teratai untuknya. Lagi dan lagi, memenuhi ruang-ruang kosong pada batu saksi bisu sambil menanti, bila suatu saat Teratai juga akan berkunjung ke sana menanti dirinya.
~
"Aku akan pergi dan menikah dengan Andini," kata Barata sambil mengemas beberapa pakaian dalam tasnya tanpa memandang sekilas pun pada Teratai. Seolah berbicara pada angin lalu dan di sana tak ada siapa pun selain dirinya.
"Apakah aku masih bisa mencegahmu?" tanya Teratai pelan.
"Apa kau melarangku?"
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Cerpen: Wanita Jalang
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 1
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 2
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 3
Cerpen: Ternyata Kau Bukan Lelaki
Hari Ayah dan Kado Cerpen Sang Ratu