"Anak-anakku."
"Aku akan membawa kalian semua bersamaku. Anakmu anakku juga." Samurai tak tahan, hendak mengayunkan langkahnya, tapi Teratai menahan langkah cintanya dengan menjauh, mendekati batu besar di sampingnya.
"Jika benar kau mencintaiku, janganlah kau sentuh diriku!"
Baca Juga: Agenda Utama WHO Adalah Memastikan Apakah Omicron Resisten terhadap Vaksin yang Tersedia Saat Ini?
"Mengapa, Teratai? Mengapa! Cintamu membawa misteri bagiku." Samurai hamper murka karena putus asa.
"Bukankah hidup ini juga misteri? Aku tidak tahu mengapa Tuhan memberiku suami yang berkhianat padaku. Aku juga tidak tahu mengapa Tuhan mengirimkan dirimu yang tiba-tiba sangat kucintai, tapi tak dapat kumiliki. Bahkan aku tidak tahu, mengapa Tuhan membuatku ada."
"Kamu dapat memilikiku, Teratai. Aku juga ingin memiliki dirimu seutuhnya. Izinkanlah aku."
"Cinta tidak harus memiliki, Sayangku. Biarkanlah seperti ini. Kita nikmati sakit dan perihnya seperti halnya kita menikmati indah dan madunya."
"Tidak bisakah kau berikan cintamu sedikit saja padaku?"
"Tidak hanya sedikit, Samuraiku. Tidakkah kau menyadarinya?" Teratai membalikkan badan menghadap Samurai. Air matanya semakin deras mengalir hampir tanpa sela. Dengan bahu berguncang dia berkata, "Bahkan sukmaku sudah berada dalam genggamanmu, hingga tak tersisa sedikit pun untuk diriku sendiri. Hampir saja aku tidak dapat menahan langkahku untuk membawa hatimu bersamaku. Apakah buta cintamu tidak melihat betapa tersiksanya diriku?"
Samurai menjatuhkan dirinya, bersimpuh di kaki Teratai. Tangannya bergetar menahan rintihan cinta terlarang. Air matanya pun mengalir memenuhi rongga hatinya. Sambil menahan isak lelaki itu berkata memelas, "Mengapa, Teratai? Mengapa kau persulit semua ini? Mengapa kau halangi cinta kita untuk bersatu? Apakah aku harus membelah dadaku agar kau tahu betapa aku sangat mencintaimu?"
"Bukan aku yang mempersulit." Teratai bersimpuh pula di hadapan Samurai. "Tapi cinta kita yang melakukannya. Ada hal yang kadang tidak harus kita uraikan. Aku juga tidak perlu menjelaskan padamu betapa terkoyaknya hatiku mendapati cintaku berlabuh pada sampan yang akan terluka karena kehadiranku."
Lalu, tangannya yang halus menggenggam jemari Samurai dengan erat dan melanjutkan berkata, "Kita yang mempersulit diri sendiri, karena membiarkan diri hanyut dalam arus yang kita tidak tahu kedalamannya."
Setelah mengakhiri kalimatnya, Teratai mencium tangan Samurai dan berdiri dengan cepat. Dia mematahkan ranting pohon di dekatnya, lalu menusuk jarinya satu per satu dengan bilah yang runcing, hingga masing-masing mengucurkan darah segar.
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Cerpen: Wanita Jalang
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 1
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 2
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 3
Cerpen: Ternyata Kau Bukan Lelaki
Hari Ayah dan Kado Cerpen Sang Ratu