“Bagaimana jika kita bertanya kepada daun-daun tersebut, lidi kecil,” usulku kepada mereka.
“Wah, ide yang bagus!” kata lidi tersebut.
Selang beberapa langkah kaki ini berjalan. Kami menemui sepotong ranting yang jatuh.
“Hai, ranting. Apakah kamu melihat dedaunan yaang jatuh hari ini?” tanya lidi kecil.
“Selama aku tergeletak di sini. Belum kutemui selembar daun yang jatuh,” jawab sang ranting.
Tentu, kami terkejut. Seakan tidak percaya bahwa tidak pada umumnya dedaunan tidak berserakan di jalan.
“Apakah ini menunjukkan musim kemarau? Apakah angin memberikan keajaiban hari ini?” ujar batinku.
“Sejak dini hari, angin tidak menyapa pepohonan yang ada di sini,” ujar ranting menambah penjelasan.
“Kok, bisa?” tanya sang lidi kecil heran.
“Tentu saja bisa, sang lidi. Semua adalah kehendak Tuhan. Jika dedaunan jatuh, Tuhan telah menentukan jatuhnya daun tersebut jauh sebelum kamu ke sini,” ujar ranting.
Baca Juga: Penggunaan Tenaga Ahli Internasional di Kemenkominfo Dinilai Tidak Sesuai Kontrak, Ini Penjelasan Dirut BAKTI
“Iya, sih. Betul. Tetapi, kan. Hari ini tumben tak ada daun yang jatuh. Peristiwa langka!” ujar sang lidi.
“Iya, Betul. Peristiwa langka!” sepakat sang lidi yang lain seakan-akan menunjukkan bahwa hari ini kita bisa bersantai.
“Hai, para lidi yang terhormat! Kalian mengapa begitu kesal dengan dedaunan,” ujar ranting heran.
“Ya, tentu saja. Selain plastik, botol minuman, atau kertas bungkus makanan, dedaunan adalah musuh terbesar kami. Kehadiran dedaunan menyebabkan kita harus bekerja keras. Bahkan, makin hari tubuh kami akan makin menyusut!” jawab lidi yang pendek.
Baca Juga: Awalnya Ajak Main Game Online dan Paksa Tonton Video Porno, Guru Bahasa di Jakarta Selatan Cabuli 14 Anak
“Iya, benar. Coba kamu perhatikan kami, ranting. Ukuran kami berbeda-beda karena kehadiran dedaunan bedebah itu di jalan!” timpal lidi lainnya.
“Daun-daun yang jatuh ke jalan menyebabkan jalanan terlihat kotor. Padahal, tiap pagi kami sudah membersihkan. Bahkan, selang dua jam sekali, dedaunan kembali jatuh. Dedaunan menyebabkan apa yang kita kerjakan seolah-olah kami tak bekerja!” cetus lidi yang paling pendek.
“Hari ini, kesabaran kami sudah habis kepada dedaunan yang bedebah itu. Kami ingin menyelesaikan akar masalah ini sekarang juga!” teriak lidi yang paling panjang.
Seketika itu, aku dan ranting terdiam. Kami tidak menyangka bahwa lidi-lidi ini begitu vokalnya dengan kehadiran dedaunan di pinggir jalan. Lidi-lidi begitu kesal dengan kehadiran dedaunan tersebut.
Artikel Terkait
Cerpen: Ternyata Kau Bukan Lelaki
CERPEN: Pertemuan Kedua
CERPEN: Menunggu Kereta
CERPEN FANTASI: Kia, Kakek, dan Alat Tulis Ajaib!
CERPEN: Pensil Frea
CERPEN: Kisah Seorang Santri
CERPEN: One Only
Hari Ayah dan Kado Cerpen Sang Ratu
CERPEN: Ketika Bila bertanya, 'Bu, Ayah Itu untuk Apa Sih?'
Cerpen: Perjalanan Hati