KLIKANGGARAN -- Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (KMAKI), mengungkapkan bahwasannya pada proyek tahun jamak di Kabupaten Ogan Ilir (OI) tahun 2007-2010 menjadi sorotan publik dikarenakan adanya dugaan kelebihan pembayaran melalui dana APBD Ogan Ilir 2010 sebesar Rp103 miliar.
KMAKI juga menyatakan bahwa hal itu terjadi karena diduga tanpa proses penganggaran atau diduga kelebihan bayar yang harusnya hanya Rp86 miliar namun dibayar Rp190 miliar.
"Perkara ini telah di laporkan ke Kejagung (Kejaksaan Agung), dan menurut sumber di Kejagung telah dilimpahkan ke Kejati (Kejaksaan Tinggi) Sumsel (Sumatera Selatan) untuk ditindaklanjuti. Kesepakatan antara Kejagung dengan Aktivis Mahasiswa Sumatera Selatan (AMPD) di Jakarta, bahwa dugaan korupsi tahun Jamak Ogan Ilir dilimpahkan ke Kejati dan hal ini di ungkap Koordinator AMPD, Harda Beli," ujar Koordinator KMAKI, Boni Belitong, Sabtu (8/1).
Baca Juga: Seolah Pertanda, Vanessa Angel Menyebut Fuji Adalah Mami Pengganti
Dikatakan Koordinator KMAKI itu, pada tahun 2019 penyidik Kejati Sumsel pernah melakukan tinjauan lapangan kondisi jalan tersebut dan meneliti dokumen terkait proyek tersebut.
"Sayangnya karena banyak kasus korupsi yang harus diungkap, perkara dugaan mega korupsi sebatas klarifikasi dan pemanggilan yang tidak pernah dihadiri oleh terpanggil," ungkap Boni Balitong
Sementara itu, Deputy KMAKI dan sekaligus Investigator Auditor KMAKI, Feri Kurniawan, mengatakan bahwa bukti lapangan tidak begitu penting karena proses penganggarannya sudah jelas salah dan di interplasi oleh anggota DPRD saat itu.
Baca Juga: Tak Takut Divaksin, Siswa Kelas 1 SDN Katokkoan Disebut Pemberani oleh Kepala Sekolahnya
"Sebab disinyalir menyalahi prosedur dan berpotensi merugikan negara kurang lebih Rp103 miliar. Perda tahun jamak tidak dirubah dan beberapa pekerjaan putus kontrak namun tetap dibayar lunas, hal ini merupakan temuan awal indikasi tindak pidana mega korupsi," jelas Feri Kurniawan.
Akan tetapi, sambung Feri, sayangnya hak interpelasi dihalangi oleh ketua DPRD saat itu berinisial "IC" yang diduga terlibat dengan perkara dugaan mega korupsi itu.
"Jika mengacu ke PP 58 tahun 2005 tentang keuangan daerah, maka sangat jelas melanggar aturan dan berpotensi merugikan negara Rp103 miliar. Ada dua Perda yang diduga berbeda, yakni Perda APBD OI 2010 dan Perda proyek tahun jamak 2007-2010, namun keduanya disinyalir tidak menjadi acuan pembayaran progres fisik proyek tahun jamak," jelas Feri.
Baca Juga: 43 Tahun Mengabdi sebagai Bidan, Marhaeni Terima Penghargaan dari IBI Luwu Utara
Feri menegaskan, hal ini sudah sangat jelas temuan awal pelanggaran pasal 2 dan 3 undang-undang tipikor dengan dugaan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain serta koorporasi, sebab dugaan potensi kerugian negara pada kisaran Rp103 miliar pada APBD Ogan Ilir 2010.
"Dugaan Mega korupsi APBD daerah yang terbesar di Indonesia saat itu dan di laporkan puluhan LSM, namun aparat hukum seakan takut bersuara, mungkin karena terduga pelaku yakni Kepala Daerah, Ketua DPRD dan Kadis PUBM merupakan orang kuat dan kebal hukum, serta disinyalir siap bayar makanya perkara ini belum di tindak lanjuti," pungkasnya.