KPAI juga mengingatkan agar pihak kepolisian menggunakan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) terhadap 9 anak terduga pelaku, sehingga dalam proses pemeriksaan 9 terduga pelaku harus didampingi orangtuanya dan juga psikolog/pekerja social.
Dalam UU SPPA, anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dapat di proses hukum dengan klasifikasi berdasarkan usia, artinya 9 anak yang diduga melakukan penganiayaan tersebut, jika terbukti dapat dilakukan proses hukum.
Tuntutan hukuman bagi anak dibawah umur menurut UU SPPA tidak boleh dituntut hukuman seumur hidup, tuntutan hukuman penjara pun maksimal 10 tahun.
Namun, jika anak terduga pelaku berusia di bawah 14 tahun, maka ada ketentuan tentang sanksi tindakan.
“Mari hormati polisi yang sedang bekerja menangani kasus ini, Kami yakin polisi agar bekerja sesuai ketentuan perundangan, yaitu UU SPPA dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI.
Baca Juga: Inilah Penjelasan Ketua Umum PSSI tentang Timnas Indonesia Lolos ke Putaran Final Piala Asia 2022 !!
3. KPAI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk melakukan pendampingan psikologis kepada 9 anak terduga pelaku, karena dalam UU PA ke-9 anak tersebut juga berhak mendapatkan rehabilitasi psikologis agar anak-anak pelaku menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Kesalahan anak tidak berdiri sendiri, namun dipengaruhi kuat oleh lingkungannya, baik dalam pengasuhan dalam keluarga maupun pergaulan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.
4. Jika ke-9 anak terduga pelaku bersekolah di tempat yang sama dengan korban, maka wajib bagi Kantor Kementerian Agama Kota Kotamobagu untuk melakukan evaluasi terhadap MTs tersebut.
Baca Juga: Hujan Gol, Akhirnya Timnas Idonesia Menang dan Habisi Nepal dengan Skor 7-0, Lolos ke Piala Asia!
Karena perundungan/kekerasan fisik semacam ini umumnya tidak terjadi tiba-tiba, namun proses yang panjang, biasanya didahului dengan bully verval, kemudian terus meningkat sampai terjadi kekerasan fisik sebagaimana dalam kasus ini.
Oleh karena itu, perlu ada kepekaan orang dewasa di sekitar anak, baik oleh para guru dan walikelas maupun kepekaan orangtua, karena biasanya anak-anak yang mengalami perundungan secara terus menerus akan menunjukkan perubahan besar yang seharusnya dikenali oleh lingkungannya, terutama orang-orang dewasa di sekitar anak.
“Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum bagi Kementerian Agama untuk membuat PERATURAN KEMENTERIAN AGAMA RI terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingungan satuan pendidikan,” pungkas Retno.
Jakarta, 15 Juni 2022
Retno Listyarti (Komisioner KPAI)
Artikel Terkait
KPAI Sering Menemukan Pelanggaran Protokol Kesehatan selama Sekolah Laksanakan PTM
KPAI Sampaikan Lima Rekomendasi untuk Menggelar PTM: Hak Hidup Anak Nomor satu!
KPAI : Proses Hukum Jika Ditemukan Unsur Kelalaian Kegiatan Susur Sungai MTs Harapan Baru
KPAI: Kekerasan di Sekolah Terus Terjadi baik Dilakukan Peserta Didik maupun Pendidik
KPAI Tanggapi Guru di Buton Hukum Belasan Siswa SD Makan Plastik Karena Berisik
FSGI : Pansel KPAI Berpotensi Kuat Langgar UU Administrasi Pemerintahan dan Abaikan Peraturan Presiden
KPAI Dorong Evaluasi Kebijakan Buka Kantin Sekolah Saat PTM Di Tengah Merebaknya Hepatitis Akut
KPAI Apresiasi Pemerintah Indonesia karena Buka Akses Pendidikan Bagi Anak-Anak Pengungsi Luar Negeri
KPAI Apresiasi Inovasi-Inovasi Daerah Dalam mengatasi Permasalahan PPDB 2022
Inilah Bintang Tungkaji, Seorang Siswi MTs 13 Tahun Meninggal Dunia Diduga Korban Bullying 9 Temannya di Sulut
KPAI : PPDB Jakarta Berjalan Lancar, Lupa Password Akun Dominasi Permasalahan di Posko PPDB