Perempuan Adalah Penyeimbang Demokrasi, Tanpa Perempuan, Demokrasi Akan Timpang

photo author
- Kamis, 15 September 2022 | 21:07 WIB
Fitriani Djusuf, penulis artikel (dok. klikanggaran)
Fitriani Djusuf, penulis artikel (dok. klikanggaran)

Selanjutnya, perhitungan kondisi soal psikologis dan sosiologis perempuan dalam ranah politik sehingga menjadikan perempuan masih di bawah 30 % keterlibatannya dalam penyelenggara pemilu dan politik.

Lainnya soal minimnya edukasi bagi perempuan, terjadi pada kader partai politik juga menjadi perhatian partai politik.

Hal tersebut dikarenakan masih belum samanya perspektif yang dibangun dalam semangat dan perjuangan agenda besar perempuan dan kesetaraannya.

Masih adanya beberapa perempuan yang tidak konsisten memegang arah juang gerakan perempuan.

Dalam aspek pemilih, masih banyak menggunakan pendekatan yang eksis, kecenderungan atas pilihan terhadap kandidat calon.

Contohnya memilih yang paling “ganteng” dan “cantik” dalam menentukan calon yang dipilih.

Kalangan pemilih dan masyarakat partisipasi dalam konteksnya. Pada pemilu 2019 perempuan adalah orang yang paling banyak datang ke TPS, jumlahnya mencapai angka 100.200.000 pemilih.

Apakah mereka datang atas kepilihan sadar, tentu ini menjadi pertanyaan besar di dalam benak kita.

Partisipasi kehadiran perempuan sudah melampaui jumlah laki-laki, partisipasi dalam penyelenggara pengawas di tingkat TPS secara nasional.

PTPS lah yang mampu menembus angka partisipasi tinggi dan melampaui jumlah PTPS laki-laki secara nasional.

Angkanya ada dalam kisaran 4,68 %, perempuannya lebih banyak ada pada tingkat Kecamatan, Kelurahan, sedangkan di tingkat Kota, Provinsi dan nasional belum mencapai angka 39 % keterwakilannya.

Jajaran pengawas TPS yang datang langsung dalam proses pemilu, adalah mereka perempuan yang jumlahnya jauh lebih banyak dan partisipatif maksimal.

Penyelenggara pemilu perempuan secara jumlah masih dibawah angka 30 % keterwakilannya.

Bagimana jika di sandingkan dengan keterpilihan maksimal 30% perempuan pada penyelenggara pemilu maupun politik secara umum ini tentu menjadi tidak relevan.

Refleksi terhadap perempuan terkait dengan regulasi implementasinya juga masih bersifat parsial, regulasi, budaya berpolitik, refleksi partisipasi kita yang masih melemahkan posisi perempuan dan keterlibatannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X