Aku malas berdoa karena menurutku Tuhan mengetahui segalanya tanpa kita harus bilang apa-apa pada-Nya. Jadi apa perlunya berdoa? Lagi pula aku cuma kangen Mbok Ginah.
Sampai suatu hari, ketika kelas 1 SMP aku mendengarkan satu musik yang aneh tapi mencekam di radio.
Itulah “Legang-Legong Badai Lautku”-nya Leo Kristi. Sungguh mati itu menyihirku. Cara menyanyikannya seperti langsung keluar dari hati.
Aku mulai kasak-kasuk mencari tahu. Tak satupun teman-temanku yang tahu dan peduli.
Baca Juga: Temuan Data Bansos, Ada Nama Anggota DPRD dan ASN yang Masuk
Beberapa waktu kemudian aku benar-benar menyaksikan Leo Kristi tampil di TVRI Surabaya, melantunkan “Nyanyian Malam”. Beberapa bulan kemudian, “Gulagalugu”.
Masih terekam jelas dalam otakku, bagaimana Leo tampil waktu itu bersama Naniel, Mung, Lita dan Jilly.
Ya.. ya... Itu pertunjukan yang manis, rapi, mendekati steril. Ledakannya terkendali. (Itu seperti sasmita, kelak aku tidak akan pernah menyaksikan Leo tampil live serapi ini lagi. Tidak pernah.).
Mulailah babak kegilaan baru di kamarku. Aku memutar album-album “Nyanyian Fajar”, “Nyanyian Malam” dan “Nyanyian Tanah Merdeka” Leo Kristi tiap hari seperti orang sinting.
Lagu-lagunya seperti ganja. Engkau akan menemukan tafsir baru dari tiap sedotannya. Mula-mula akan muncul gelenyar-gelenyar aneh pada urat-urat syarafmu.
Kemudian engkau akan kehilangan orientasi. Setelah itu mungkin engkau sadar, mungkin juga tidak. Tapi engkau akan “mengerti”. Mengerti apa? Itu tergantung, apa yang ingin kau mengerti? Itu juga tergantung tafsirmu sendiri.
Aku membumbung tinggi. Langit berubah corak dan warna tiap hari bagiku.
Baca Juga: Kata Ganjar Pranowo Santri Itu Benteng Negeri, Ini Maksudnya
Ya.. ya... Mungkin lebih tepat: itu kutukan. Aku melewatkan masa kanak dan remajaku dengan musik Leo Kristi. Banyak kegaduhan dan kesintingan yang ditimbulkannya. Apa boleh buat.
Setelah Mbok Ginah dan (pada kadar tertentu) Yehudi Menuhin, hanya musik Leo yang membuatku mengeluarkan air mata yang bukan tangis... Itu sungguh membuatku sedikit lebih kuat melewati masa mudaku yang sulit dan penuh kesintingan.
Artikel Terkait
Mengapa Anda Memilih Profesi Sebagai Guru? Apa sih Prestise Seorang Guru?
Jatuh Cinta, lalu Mencintai Hingga Terluka, Layakkah?
Tanah Tabu: Perempuan dan Nasib Ibu Bumi
MBOK GINAH, LEO KRISTI DAN YEHUDI MENUHIN (1)
Menjelang Muktamar NU Ke-34 dan Isu Gus Yaqut Digeser Ke Menpora?