Pengurangan Kegiatan atau Pembiayaan yang Lain
Terlepas dari itu, memang ada keringanan dari pihak manajemen sekolah untuk masalah uang pangkal. Orang tua bisa membayar 30% dulu, sisanya nanti kalau mampu, atau program gratis untuk anak yatim, atau kebijakan lainnya yang meringankan. Namun, utang tetap utang. Sisa yang belum dibayar tentu tetap harus dilunaskan. Artinya, tetap ada beban di masyarakat terkait masalah uang pangkal. Padahal, boleh jadi sebenarnya masyarakat berpikir simple soal pendidikan. Alasan mereka dua: murah dan dekat. Ini mungkin yang bisa dipertimbangkan untuk kemudian dihitung ulang soal uang pangkal sekolahnya. Entah pengurangan kegiatan atau pembiayaan yang lain, tetapi dengan tetap memperhitungkan kesejahteraan guru dan pegawai sekolah lainnya tentunya.
Baca Juga: Kasus Penipuan CPNS Fiktif dengan Terlapor Anak Nia Daniaty, Penyidik Akan Gelar Perkara.
SD IT Cenderung Homogen
Dari pembacaan penulis, ada satu tinjauan lagi yang kadang luput. Berangkat dari anggapan bahwa SD IT mahal, dampaknya ternyata salah satunya adalah kondisi siswa yang mendaftar pun cenderung homogen. Rata-rata mereka dari orang tua yang menengah ke atas. Akhirnya, di kelas pun cenderung homogen. Realita di lapangan bahwa kehidupan itu beragam kurang dirasakan.
Tidak terlalu urgent, namun keragaman memang harus dihadapi sejak dini. Anak didik pun nanti belajar soal empati, simpati, peduli, kerendahatian, kemandirian, penghargaan, dan lain-lain. Dari kecil mereka terhindar dari perasaan-perasaan yang berlebihan terkait dengan cap status sosial di masyarakat. Sebagai orang kayalah, naik mobil pribadi, suka jalan-jalan ke luar negeri, punya HP keren, dan lain-lain.
Mengapa terhindar? Karena mereka berbaur dengan orang yang berbeda secara kemampuan ekonomi di sekolah. Mereka sadar bahwa ada yang tidak seperti mereka. Mereka sadar bahwa hidup itu bukan milik orang kaya saja. Tinggal nanti gurunya yang “memainkan” perannya dengan mengajarkan penyikapan terhadap keragaman tersebut. SD Negeri menurut hemat penulis sudah pas dalam hal ini.
SD IT Agama, SD Negeri Ilmu Umum
Image SD IT cenderung menekankan agama dan SD Negeri menekankan ilmu umum memang sudah lazim diketahui oleh masyarakat. Apa ada yang salah? Penulis merasa pendidikan yang baik itu justru menguasai keduanya, ilmu agama dan ilmu umum. Bukan salah satunya. Pasalnya, keduanya dibutuhkan dalam hidup. Keduanya saling bersinergi membuat hidup lebih baik, lebih hidup, lebih manusiawi.
Baca Juga: Remaja Berusia Empat Belas Tahun Tewas di Bawah Jembatan Karang Palembang. Apa Penyebab Kematiannya?
Ada pepatah, agama tanpa disertai ilmu akan buta. Ilmu tanpa agama akan pincang. Seorang anak didik akan tidak bisa melihat situasi kondisi dirinya dan lingkungan ketika hanya menghafal saja, shalat saja, mengaji saja. Tanpa disertai ilmu. Entah itu ilmu agamanya entah itu ilmu umum. Semuanya harus diketahui dengan baik. Tidak bisa mengatakan salah satunya tidak penting. Bukti bahwa negara Barat lebih maju tidak lain karena menguasai ilmu umum. Sementara kita, agak tertinggal dua-duanya.
Sebaliknya, seorang anak didik akan tidak bisa berjalan, beraktivitas dengan baik, dengan jujur, ketika hanya mengandalkan ilmu atau pengetahuan saja. Dia tidak menyandarkan kepintarannya itu, budaya intelektualnya itu dengan ketaatan menjalankan perintah Allah Swt. Akhirnya, ketika dewasanya, dia korupsi, mencuri, merusak, atau yang lainnya hingga mewariskan hal-hal buruk kepada anak cucunya. Seolah tidak ada Allah dalam kesehariannya.
Kesimpulannya?
Dari pengalaman dan upaya timbang-timbang di atas penulis berharap semua sekolah meyakini bahwa ilmu itu harus dimiliki setiap anak manusia. Terlepas kaya miskin. Terlepas swasta negeri. Dengan begitu, upaya untuk membumikan pendidikan tentunya akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang ada di lapangan.
Baca Juga: Mengapa Artikel Non Fiksi yang Ditulis Para Pegiat Fiksi Cenderung Lebih Enak Dibaca?
Prioritasnya, bagaimana anak-anak bisa sekolah? Pandai ilmu agama, pandai ilmu umum. Baik juga akhlaknya. Baik juga ibadahnya. Bukan bagaimana sekolah bisa mengambil keuntungan dari bisnis pendidikan ini. Bukan bagaimana saya sebagai guru atau pengelola sekolah bisa menyetting sekolah ini hanya untuk kalangan tertentu saja atau yang mampu saja, toh banyak sekolah yang gratis kok, banyak sekolah yang terjangkau kok. Tinggal pilih saja.
Sadar atau tidak, sekolah adalah pembentuk karakter siswanya. Baik buruk siswa sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekolahnya. Bukan hanya sebatas transfer ilmu. Sekolah juga sejatinya mentransfer nilai-nilai kepada anak didiknya. Kata-kata guru, kata-kata kepala sekolah saling melengkapi bersama kata-kata orang tua ke dalam pembentukan kepribadian si anak. Karena itu, lingkungan sekolah dan rumah yang baik akan membentuk kepribadian anak yang baik pula. Jadi, Anda pilih mana? SD IT atau SD Negeri?***
DISCLAIMER: Artikel ini merupakan opini; isi artikel ini tidak mengekspresikan pandangan dan kebijakan redaksi klikanggaran.com
Artikel Terkait
Naskah Novel Juga Harus Tampil Cantik, Ini Kiat-Kiatnya!
Orang-Orang Oetimu: Timor, Sopi, dan Takdir Sersan Ipi dalam Sepenggal Kisah
Pakar: Putusan MK Soal Remisi Narapidana Sejalan dengan Nilai HAM
Kebijakan Privatisasi BUMN, Porsi Saham Persero, dan Catatan untuk Para Hakim Konstitusi
Relasi Antara Caper, Baper, dan Laper
Fakta Mengagetkan! Ini Dia Empat Tipe Teman yang Wajib Diketahui
Refleksi Kompleksistas Wanita dalam Cerita Fiksi, Ternyata Ada di Dunia Nyatanya Lho
Menengok Kompleksitas Dunia Wanita pada Masa Lalu