Klikanggaran.com - Membahas ‘rutinitas’ vs ‘rekreasi’. Pada suatu hari di sesi istirahat sebuah acara, saya dan Mas Uki Bayu Sedjati, seorang penyair, sastrawan, dan budayawan, menepi ke area kantin alias pusat jajanan di sudut halaman lokasi acara. Beliau memesan white coffee dan saya black coffee.
Pada seruputan kedua, tiba-tiba pria yang aktif di Komunitas Bulungan sejak tahun 80an itu bertanya, "Apa sih, rekreasi di mata Kit Rose?" Saya langsung menduga, ini pasti memiliki makna di luar biasa. Tanpa berpikir panjang, berharap segera dapat menyerap ilmu dan pelajaran baru, maka saya menjawab secara umum, singkat, dan cepat, lalu beliau bertanya lagi, "Kalau registrasi itu apa?"
Demikianlah, dari kata rekreasi dan dua pertanyaan berikutnya yang bisa dibilang sederhana itu, selanjutnya meluncur pelajaran berharga, yang belum tentu bisa saya dapatkan di bangku kuliah mana pun. Dengan santai Mas Uki membawa saya pada satu makna hakiki tentang ‘ujaran bermakna’ yang seringkali terlewatkan, terabaikan.
Baca Juga: Pandemi untuk Melatih Kesabaran dalam Melewati Hidup?
Warga Negara Indonesia maupun warga manca negara yang baru datang dan pertama kali menginjakkan kaki di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, tentu akan selalu dikejutkan oleh kenyataan di jalanan: padat merayap, macet, dan lain-lain. Dua-tiga hari mengalami kejadian yang nyaris sama: mulai stres. Nah, jika menjadi karyawan tetap dan sekian waktu menjalani rutinitas seperti itu, bagaimana? Stres berat, bahkan depresi, atau sebaliknya?
Rutinitas itu getas - cepat putus/patah. Maka penting untuk menghindarinya. Bukan menghindari dalam arti "melarikan diri" yang tentunya negatif, melainkan dengan cara positif. Utamanya karena setiap manusia umumnya berikhtiar memiliki keluasan wawasan pengetahuan dan pengalaman, yang satu di antaranya bakal menumbuhkan daya/energi penyesuaian pribadi, yang dapat menjadikannya luwes menyifati dan menyikapi situasi-kondisi sekitar. Lalu, apa hubungannya dengan rutinitas versus re-kreasi?
Kebanyakan kita mengartikan rekreasi sebagai tindakan rehat, istirahat, atau bersantai. Boleh jadi sebagian orang akan spontan menjawab, misal: “rekreasi sama dengan piknik, wisata, study tour, ke destinasi wisata arung jeram, naik gunung, wisata fantasi, dan lain-lain. Jadi bisa melupakan sejenak masalah rutinitas.” Benar juga, rekreasi adalah upaya mengganti suasana rutin melalui cara mengendurkan urat saraf, membuka panca-indera, menyegarkan jaringan otak hati.
Baca Juga: Bisik-Bisik di Bawah Selimut
Bandingkan dengan sebutan registrasi, reschedulling, recycling, dan lain-lain. Re, sama dengan: ulang/pengulangan/kembali. Pendaftaran ulang/kembali, penjadwalan ulang/kembali, daur ulang, dan semacamnya. Jadi, sengaja ditulis re-kreasi agar segera diingat, bukan sekedar rekreasi, tetapi sebaiknya diartikan sebagai cara hidup yang kreasi ulang, kreasi terus menerus, sampai akhir hayat.
Re-kreasi, seperti halnya registrasi, menurut Mas Uki adalah sebuah tindakan berkreasi, melakukan kreasi secara berulang, beruntun, dan terus menerus, tanpa henti. Inilah salah satu bentuk dari sebuah kesempurnaan yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya.
"Kita ini makhluk paling sempurna, paling diberi banyak kelebihan. Untuk apa istirahat, secara khusus pula?" tambah beliau sambil menyesap kopi.
Baca Juga: Tulisan adalah Lidah Hati, Apa Hubungan Lidah dengan Tulisan?
Perhatikan anugerah Tuhan: pancaindera, jasmani dengan fungsi dan peran masing-masing, rohani yang mulia: sempurna. Tuhan tidak sia-sia menciptakan mahluk-Nya. Maka gunakan, manfaatkan, sebaik-baiknya. Re-kreasi sebenarnya sudah berlangsung dalam diri pribadi setiap manusia, dari waktu ke waktu. Senam ringan pagi, re-kreasi mandi, sarapan, re-kreasi berangkat menuntut pendidikan, atau bekerja apa pun profesinya, re-kreasi bertemu dengan sesama manusia, re-kreasi mencatat/tanya jawab/bersenda-gurau, re-kreasi makan, membaca, menulis, tidur, dan seterusnya.
Re-kreasi adalah niat-semangat-tekad untuk terus menggiatkan potensi diri setiap manusia dalam menciptakan, memperbarui, atau memuliakan sesuatu – termasuk niat-semangat-tekad pribadi dalam berkreasi atau berkarya. Jelasnya, ikhtiar terus agar "hidup hari ini lebih baik dari kemarin".
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 1
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 2
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 3
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Satu
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Dua