KLIKANGGARAN--Anak kecil kerap menangis karena mainnya entah berada di mana. Apalagi, jika ukuran mainan itu supermini dan ia sendiri tidak ingat di mana ia terakhir memegang atau menaruhnya. Anak saya kerap begitu, kehilangan mainannya.
Kalau sudah terdengar rengekan bercampur isak tangis sebab kehilangan itu, saya terpaksa meninggalkan meja kerja (atau apa pun yang sedang saya lakukan) untuk membantu mencari mainannya. Dan, ketika benda warna-warni supermini itu ditemukan, wajah cerianya kembali seketika.
Perkara lain yang cukup menjengkelkan adalah ketika saya menemukan kutipan bagus pada sebuah buku, tetapi saya terlalu sombong untuk tidak memberinya tanda atau menuliskan nomor halamannya di kertas catatan. Ketika membutuhkannya, saya kehilangan lokasi kutipan itu.
Butuh waktu lama untuk menyisir halaman-halaman sekitar kutipan yang hilang itu berada. Kadang, saya menyerah ketika sudah nyaris satu jam mencarinya. Iya, menyerah, tetapi lekas berpikir soal kutipan pengganti. Tidak ada rotan, akar pun jadi.
Berpindah tempat tinggal juga bisa menimbulkan efek tidak menyenangkan. Mungkin, seseorang akan kehilangan sensasi menikmati indahnya taman di halaman belakang mahaluas di rumah lamanya.
Ia harus berpindah ke apartemen bertingkat karena ia diterima bekerja di sebuah perusahaan ternama yang berkantor di ibu kota. Rasanya tidak enak pada awalnya, tetapi ia harus menjalani itu.
Setelah sekian purnama penyesuaian diri, ia akhirnya terbiasa dengan pemandangan gemerlap lampu kota di malam hari yang kerap ia nikmati dari balkon apartemennya di lantai dua puluh, sembari minum kopi, juga ditemani orang terkasih.
Kenapa pagi ini saya ingin sekali bicara soal kehilangan?
Baca Juga: Swiss Open 2022, Dua Tunggal Putra Indonesia harus Saling Jegal di Babak Pertama
Yah, tidak ada apa-apa, sebenarnya. Hanya sedang ingin. Sebab, kehilangan adalah hal yang wajar, manusiawi, dan tiap orang pasti pernah dan akan mengalaminya.
Membahasnya bukan berharap hal itu terjadi dengan segera. Tanpa diharap pun, sesuatu akan hilang dengan sendirinya. Rambut rontok, misalnya, atau sel kulit mati yang luruh dari tubuh.
Itu juga sejenis kehilangan, tetapi dengan efek paling kecil (atau mungkin tak berefek, atau mungkin justru efeknya baik karena untuk tujuan regenerasi sel tubuh).
Hanya saja, sifat dasar manusia memang tidak ingin merasakan sakit. Kehilangan gigi, misalnya, tentu akan dibarengi rasa sakit pada gusi. Atau kehilangan uang, misalnya, tentu menimbulkan efek yang bukan kaleng-kaleng, apalagi jika nominalnya besar.