opini

Tanah Tabu: Perempuan dan Nasib Ibu Bumi

Senin, 18 Oktober 2021 | 10:02 WIB
Ilustrasi (@sekar_mayang)

KLIKANGGARAN-- Jelang menuliskan ulasan untuk novel Tanah Tabu ini, saya masih bingung menentukan judul artikel resensi ini. Banyak hal yang bisa dijadikan perhatian dari buku mungil nan padat ini. Dan, ini buku ketiga dari sekian banyak karya pemenang sayembara DKJ yang berhasil saya baca.

Sebelum Tanah Tabu, saya tahu bertahun-tahun lalu Ayu Utami yang mendapat giliran menjadi pemenang. Akan tetapi, baru bertahun-tahun lalu saya berkesempatan membacanya. Begitu pula dengan novel etnografi ini, yang berkisah tentang kehidupan di tanah tabu: Papua.

Bukan tanpa alasan Papua mendapat julukan tanah tabu oleh penghuninya. Bagi mereka, tanah yang mereka pijak harus selalu dihormati, dijaga, dirawat, agar tetap memberi penghidupan bagi keturunan mereka kelak. Prinsip inilah yang seharusnya dipegang teguh siapa pun yang tinggal di atas Ibu Bumi.

Baca Juga: Indonesia Juara Piala Thomas: Jojo Persembahkan Piala Thomas untuk Tuhan dan seluruh Rakyat Indonesia

Novel Tanah Tabu dikemas begitu apik oleh Anindita. Dengan fragmen-fragmen unik yang diceritakan langsung oleh para tokohnya: ada manusia, ada pula hewan. Ya, unsur fabel ini menjadi ciri khas sendiri bagi novel Tanah Tabu.

Lewat tokoh Pum, seekor anjing peliharaan Mabel, Anindita mengolah metafora-metafora. Ia berbagi pengalaman dan pemahaman spiritual tentang kematian. Di banyak kebudayaan, kematian tidak dimaknai sebagai akhir. Ia adalah awal mula, pintu menuju keabadian, dunia tanpa kesakitan dan tekanan.

Gaya tutur Anindita sendiri cukup nge-pop. Ia dengan yakin mengajak bicara pembacanya. Serasa membaca novel-novel teenlite besutan Meg Cabot atau Sophie Kinsella. Renyah, tetapi tetap berisi.

Baca Juga: Dimiripkan Torontotokyo, Begini Reaksi Dokter Tirta, eh Torontotokto itu Siapa ya?

Namun, ketika meninjau isi ceritanya, kita akan dibuat seolah-olah menaiki ombak banyu di pasar malam. Kadang di atas, tak jarang di bawah. Jika tidak kuat hati, saya tidak tahu bagaimana lagi memaknai dukacita.

Sesuai dengan judul artikel ini—yang amat mendadak terpikirkan—Tanah Tabu menjabarkan soal perempuan dan nasib tanah Papua yang sejak dulu menjadi rebutan banyak pihak. Siapa yang tidak silau dengan kemilau emas? Baik wujud maupun harganya dapat membuat siapa pun tega melakukan hal-hal yang mungkin di luar nalar. Mengorbankan teman sendiri, misalnya. Dan, Mabel adalah salah satu yang pernah menjadi korban.

Mabel, perempuan Papua dari kampung kecil di Lembah Baliem, harus merasakan macam-macam jenis kehidupan. Mulai dari yang amat menyenangkan sampai yang sungguh memeras hati. Mabel dengan tegarnya melalui itu semua dengan level kesabaran luar biasa.

Baca Juga: Juara E-Sport Dota 2 The Internasional 2021, Team Spirit Sukses Libas Perlawanan PSG.LGD

“Dari dulu aku jarang menangis, Sayang. Menangis hanya membuatku semakin lemah, dan aku tidak mau itu terjadi. Selain itu, aku juga kasihan dengan Tanah Ibu kalau kita terus-menerus menyiraminya dengan air mata kita. Air jadi asin. Tanaman tidak bisa tumbuh subur. Binatang di hutan berkurang. Langit pun ikut mendung. Nasib baik tidak akan datang kalau kita menangis terus.” (halaman 57-58)

Cukup masuk akal apa yang dikatakan Mabel kepada Leksi, cucunya, meskipun pada kenyataannya air mata tidak langsung jatuh ke bumi. Ia mungkin lebih dulu menguap sebelum benar-benar terserap ke tanah. Namun, yang ditekankan di sini adalah tentang energi dari kesedihan. Energi semacam ini jelas berpengaruh bagi kehidupan sekitarnya. Membuat vibrasi menjadi buruk dan akhirnya berpengaruh juga kepada kesehatan fisik maupun jiwa.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB