Dzaalikal kitaabu laa roiba fiih, hudal lil-muttaqiin, alladziina yu’minuuna bil ghoibi wa yuqiimuunash-sholaata wa mimmaa rozaqnaahum yunfiquun, wal-ladziina yu’minuuna bimaa unzila ilayka wa maa unzila min qoblik, wa bil-aakhiroti hum yuuqinuun, ulaa-ika ‘alaa hudam mirrobbihim wa ulaa-ika humul muflihuun….
Terdengar sayup-sayup alunan ayat suci Al Quran dibaca dari sebuah kamar. Cahaya remang di teras rumah menambah syahdu gema lantunan ayat suci, seperti tak mampu melembutkan tatap mata lelaki yang sedang duduk memeluk prahara di sana.
Aji Birawa sedang duduk diam di teras rumahnya. Garis-garis di wajahnya terlihat mengeras, sorot matanya sinis, asap rokok tak pernah berhenti mengepul dari bibirnya yang mengatup rapat. Tak dia hiraukan Maria, ibu mertuanya, berjalan keluar masuk rumah. Aji sebenarnya tahu, ibu mertuanya ingin menemaninya duduk dan mengobrol seperti yang biasa mereka lakukan.
Perempuan Jawa-Sunda berdarah Cina itu terkadang memberi nasehat ringan jika Aji berkeluh kesah, baik tentang pekerjaan atau hal lain. Aji boleh dibilang cukup dekat dengan ibu mertuanya. Banyak hal mereka bahas dan diskusikan bersama, khususnya mengenai usaha dan trik pemasaran jitu.
Baca Juga: Berdampingan, Jenazah Vanessa Angel dan Suami Dimakamkan di Taman Makam Islam Malaka, Selamat Jalan.
Maria yang dilahirkan dari keluarga pedagang tentu saja banyak menguasai bagaimana mengelola sebuah usaha. Ayah Maria keturunan ningrat, ibunya yang lahir di tanah Sunda adalah keturunan Cina. Sejak suaminya yang berdarah Madura meninggal, perempuan itu mendirikan katering, dan usaha itu maju pesat dalam besutan tangan dinginnya.
Biasanya, Aji dan Maria akan betah berjam-jam duduk di teras belakang rumah, berbincang dan berdiskusi tentang banyak hal sambil melahap buah, cemilan, atau apa saja yang diolah oleh Maria. Aji senang menghabiskan waktu senggangnya dengan berbincang dan menggali banyak pengetahuan baru dari ibu mertuanya itu. Tapi, kali ini sepertinya Aji sedang ingin sendiri. Ya, sendiri bersama prahara yang tiba-tiba memeluknya dengan erat.
Matanya terlihat menerawang jauh, menatap gelap malam dengan sorot dingin. Lelaki itu mencoba mencari tenang yang tak kunjung datang. Hatinya masih mendidih oleh pertengkaran di kantor malam lalu dan siang ini. Semua telunjuk dia rasakan mengarah kepadanya.
Atasannya menanyakan angka yang tak sama antara hasil Management Review di kantor pusat dengan laporan keuangan di proyek. Teman-teman satu jajaran menanyakan ketidakcocokan antara angka dari laporan kasir dengan laporan keuangan yang sudah dia tanda tangani.
Semua tiba-tiba menjadi salah tanpa dia tahu apa penyebabnya. Hasil rapat bersama tim inti proyek pun akhirnya seperti pepesan kosong. Tak berguna, bahkan seperti sampah yang tak dapat lagi digunakan sebagai dasar membahas berbagai ketidaksamaan angka dan pendapat.
Berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, Aji mencoba memeriksa kembali kertas-kertas di mejanya. Deretan data dan arsip di komputer tak luput dari jeli matanya. Bahkan beberapa pegawai sudah diajaknya bicara, tapi tidak juga dia temukan ketidakwajaran di dalam pelaksanaan dan laporan keuangan. Sampai pada suatu petang, dia menemukan kenyataan yang sangat pahit, lebih pahit dari telunjuk-telunjuk yang dengan ganas tertuju padanya.
“Pak Aji tidak ikut rapat?” tanya salah satu bawahannya dengan kening berkerut petang itu, saat Aji bersiap diri dan ingin pamit pulang.
Hari itu Harum Adine Birawa, putri pertamanya, berulang tahun dan dia sudah berjanji akan pulang lebih awal. Dari pagi Aji bekerja tanpa istirahat, berusaha menyelesaikan semua pekerjaan agar bisa memenuhi permintaan putrinya untuk menemani berulang tahun. Aji tak ingin mengecewakan gadis kecilnya itu seperti tahun-tahun lalu.
Baca Juga: Innalillahi, Banjir Bandang di Batu, Malang Menyeret Orang, Kendaraan, Hewan Ternak
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Wanita Jalang
Lelaki di Balik Layar 1
Lelaki di Balik Layar 2
Lelaki di Balik Layar 3
Ternyata Kau Bukan Lelaki
Naskah Novel Juga Harus Tampil Cantik, Ini Kiat-Kiatnya!
Novel Eka Kurniawan, Dewi Ayu Jadi Trending di Twitter Gara-Gara 'Semua Perempuan Itu Pelacur'
Bisa, Kok, Satu Hari Menulis Satu Novel, Asalkan …