Novel Melukis Langit 1, Memeluk Prahara

photo author
- Jumat, 5 November 2021 | 14:37 WIB
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)

Begitu atasan Aji mengingatkan saat dia membela diri dengan menyuguhkan data lengkap dan mengajak atasannya untuk meluruskan masalah. Aji memaparkan bahwa kerugian dalam catatan yang dimaksud kantor pusat mungkin disebabkan oleh adanya fee-fee yang harus dibagikan ke berbagai pihak.

Aji meminta pada atasannya untuk menghapus, minimal mengurangi, segala macam fee itu. Kemudian mengembalikan pada pos yang seharusnya, tapi atasannya dengan halus menolak. Tentu saja paling tepat adalah dengan menggunakan alasan sistem.

"Rejeki itu dari Tuhan, Mas. Bukan dari mana pun dan siapa pun. Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya, Tuhan akan selalu memberikannya untuk kita. Jadi jangan takut dan ragu untuk memutuskan, Mas mau keluar dari pekerjaan ini atau tidak. Yang penting keputusan apa pun yang nanti Mas ambil, aku akan selalu mendukung."

Begitu kalimat Puniawati yang selalu diingat dan direnungkan oleh Aji. Bahkan sampai saat ini, ketika dia belum berani juga untuk memutuskan langkah apa yang akan diambilnya. Aji tak ingin membahas ini dengan istrinya sebab keraguannya selalu ditebas habis oleh keyakinan Puniawati. Kemarahannya atas keraguan itu pun selalu dapat dipangkas oleh kalimat lembutnya.

Baca Juga: Jenderal Top AS Ini Mengatakan Dunia Akan Memiliki Tiga Kekuatan Adidaya

Aji semakin tekun memandangi hitamnya malam, mencari tempat ke mana lagi dia hendak menuntaskan kemarahan dan bimbang. Semakin banyak jalan pintas di kantornya untuk mendapatkan uang, semakin banyak uang dengan mudah mengucur ke dalam kantongnya. Karena itulah, semakin rakus tim inti di dalam proyek meraup uang.

Itu semua membuatnya semakin muak, takut, dan marah. Aji tak tahu hendak marah pada siapa lagi, karena dia sendiri tidak tahu siapa sebenarnya yang salah.

Sebenarnya, ada saat Aji ingin mengikuti saran istrinya, datang ke kantor meluruskan masalah, kemudian bekerja lagi dengan tenang. Hanya saja, semakin hari Aji merasa hampir tak lagi yakin, apakah itu semua bisa dinikmatinya dengan hati tenang. Semua orang seperti tak pernah memberi dia cukup ruang, apalagi pilihan.

Pilihan untuknya hanya dua, kerjakan atau tinggalkan. Karena di luar sana banyak antrean, menunggu kursi jabatannya kosong. Begitu selalu atasannya mengingatkan. Aji merasa melaju pesat, tetapi mundur semakin jauh. Ya, dia merasa semakin jauh dari dirinya sendiri, dan gelapnya malam ini menuntaskan murkanya.*

Bersambung….

Mungkin teman Anda tertarik dengan novel bersambung ini. Mohon bantu share kepadanya, ya. Terima kasih telah menjadi pembaca setia klikanggaran.com, bahagia sehat selalu.

Halaman:

Artikel Selanjutnya

Monolog Sepatu Bekas

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X