Cerpen: Wanita Jalang

photo author
- Minggu, 29 Agustus 2021 | 14:46 WIB
Cerpen Wanita Jalang (Dok.Klikanggaran/blackrose)
Cerpen Wanita Jalang (Dok.Klikanggaran/blackrose)

 

akulah wanita jalang, menerjang kerikil berduri di sela langkahmu

akulah wanita jalang, kala kau hirup angin surga pembunuh dahaga

akulah wanita jalang dalam cermin berdusta, di saat kau lupa bertanya siapa diriku dalam tatap liarmu

akulah mawar hitam, sehitam yang ingin kau puaskan dalam pandangan, bermainlah dengan telanjang kelopakku, puaskan ragamu, dan bercumbulah dengan pandangan akan hitam dan legam diriku, bercerminlah pada darah kepuasan yang melumuri kulit birahimu, lalu bacalah diktat cinta di dalam hitamku

akan kuhantar segenggam rasa untuk kau baca, di sana ada belahan makna, yang dapat menghentikan napasmu

*

Amora menatap suaminya tak percaya. Amarah jelas terlihat di wajah yang masih sangat dicintainya itu. Tak ada lagi kelembutan di sana, seperti ketika mereka mengikrarkan janji untuk saling mengerti dan menjaga perasaan masing-masing. Yang ada di wajah itu kini hanya kemarahan, mungkin kebencian, atau bahkan penyesalan. Rumah yang dibangunnya bersama suami tercinta itu kini terlalu penuh dengan pertengkaran. Semakin hari semakin panas. Tak ada lagi kalimat lembut dan menyejukkan.

Baca Juga: Perum Perhutani dan PTPN IX Mengalami Kerugian pada Divre Jateng, Ini Sebabnya

"Sabarlah, Mas," kata Amora berusaha lembut.

"Sabar, kamu bilang? Sudah dua tahun lebih kita menikah dan sampai sekarang kamu belum melahirkan seorang anak pun untukku. Masih kurang sabar? Bahkan hari ini, menjelang tahun ketiga."

"Aku tidak merencanakan dan menginginkan seperti ini Mas, kau tahu itu. Tapi, semua sudah diatur oleh-Nya."

"Basi! Pembelaan diri yang basi!" teriak suaminya, lalu meninggalkan Amora begitu saja, yang masih menatapnya dengan lembut. Hatinya berbisik lembut, menuang kepedihan pada yang Agung, mohon pengampunan untuk dirinya dan suami tercinta. Angin malam menemaninya dalam naungan takbir indah dalam hati. Nyanyian surgawi mengalunkan nada kepasrahan tiada henti. Hitamnya malam mendengarkan, semakin pekat, lalu diam dan dingin, menghantar sunyi.

***

Baca Juga: Budi, Driver Ojol, Jauh-Jauh dari Cilengsi Bawa Tetangga untuk Vaksin di Relawan Siaga

Halaman:

Artikel Selanjutnya

Puisi Basi untuk Sang Maha

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X