Apakah aku terlalu fokus atau memang bising suara knalpot membuatku tak mendengar kondisi sekitar? Akan tetapi, yang aku yakini adalah aku tak mendengar apa-apa. Akhirnya, Bang Komeng menghampiriku sambil menepuk pundak.
Baca Juga: Indonesia Tuan Rumah Sidang Umum IPU Ke-144, Apa sih IPU itu?
“Budi, kamu dipanggil kok tidak menyaut?” ujar Bang Komen sambil menjulurkan tangannya dengan membawa bungkusan.
Sontak aku kaget. Ya, aku kaget. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.
Seraya berkata, “waduh, maaf, Bang. Tadi lagi macet, saya tak mendengar suara Bang Komeng,” jawabku dengan alasan yang masih Bang Komeng terima.
“Iya, kalau jam segini, nih jalanan macet banget. Sampai-sampai motor mengambil jalan di trotoar. Tapi, kalau dipanggil, tolong dong nyaut,” ujar Bang Komeng.
“Wah, iya, Bang, maaf,” kataku memelas.
Baca Juga: Bupati Batang Hari MFA Hadiri Rapat Lanjutan Terkait Solusi Angkutan Batubara
“Ini ada rezeki dari ibu-ibu. Katanya, bubur ini buat kamu. Sudah sarapan belum?” tanya Bang Komeng.
“Sudah sih, Bang,” jawabku singkat
“Oke dah. Kalau sudah, nanti sesudah nyapu, kamu ambil ya di gerobak Bang Komeng,” ujar Bang Komeng.
Kejadian itu masih terngiang di kepalaku. Kini, aku pun hanya terdiam ketika salah satu lidi bertanya. Apa yang menjadi akar penyebab dedaunan itu berserakan?
Tentu saja, jika kumemilih karena pohon, pohon adalah makhluk hidup yang bermanfaat dalam kehidupan kita. Kita tidak akan mendapatkan udara bersih apabila pohon tak ada di sekitar kita.
Baca Juga: Cerita Mistis Kotagede, Misteri Rumah Pocong Sumi
Akan tetapi, jika aku menyalahkan knalpot kendaaran bermotor, dedaunan itu bukan berasal dari mereka. Tentu saja, andai saja aku berdiskusi dengan knalpot. Mereka akan berpendapat bahwa dedaunan itu sudah ada di jalan sebelum mereka lalui. Knalpot tidak akan mau disalahkan!