“Aku mau melepas hijab.” Kataku.
“Kenapa?” Tanyamu.
“Karena aku pikir aku belum siap.”
“Siap apa?” Tanyamu lagi.
“Siap, siap untuk beristiqamah. Berhijab berarti harus selalu hati-hati baik dalam bersikap ataupun berkata-kata. Ya, aku belum bisa begitu. Aku malu, masa iya berhijab tapi kelakuan jauh dari syar’i?”
“Ya tidak apa-apa.” Jawabmu.
Baca Juga: Kiat Memilih Bacaan Sebagai Selingan di Kala Gabut Melanda
“Berhijab bagi seorang perempuan muslim itu hukumnya wajib. Wajib berarti mendapatkan pahala jika dikerjakan dan berdosa jika ditinggalkan.” Kamu melanjutkan.
“Tapi kan, kalau dilakukan hanya untuk mendapat pahala dan agar terjauh dari dosa malah disebut munafik. Berarti tidak ikhlas kan.” Aku.
“Ini bukan masalah riya atau ujub. Ini masalah kamu mau melakukan perintah Tuhan atau tidak. Dan itu pasti ada konsekwensinya.”
“Konsekwensi apa?”
“Kamu harus ingat bahwa, sekecil apapun perbuatan kita pasti ada perhitungannya. Harus selalu diingat bahwa, manusia itu berbeda dengan hewan. Hewan mati hanya akan jadi belatung. Manusia mati selain jadi belatung pasti akan dihitung.”
“Maksudnya?”
Baca Juga: Gunung Guntur Garut Kembali 'Usil' kepada Pendaki – Gibran Arrasyid Hilang
“Kita, manusia, setelah mati nanti akan dihisab atau dihitung segala amal perbuatan yang pernah dilakukan selagi hidup. Semua akan diminta pertanggungjawaban. Mata dan semua indera dipakai untuk apa. Semua ada catatannya. Semua ada perhitungannya. Termasuk aurat. Ditutup atau malah dipamerkan." Kamu meneruskan.