Rp184 Miliar KUR BNI Tersalur untuk ASN Aktif, Kok Bisa?

- Kamis, 2 Februari 2023 | 20:50 WIB
Logo Bank Negara Indonesia (BNI) (bni.co.id)
Logo Bank Negara Indonesia (BNI) (bni.co.id)

KLIKANGGARAN -- Penerima KUR (Kredit Usaha Rakyat) merupakan pelaku usaha produktif dan layak dibiayai di seluruh faktor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha. Salah satu kriteria penerima KUR yaitu usaha mikro, kecil dan menengah dari pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional RI (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan/atau pegawai pada masa persiapan pensiun. Namun, terdapat pemberian fasilitas KUR BNI (Bank Negara Indonesia) kepada 751 debitur dengan status pegawai negeri/TNI/Polri atau ASN (Aparatur Sipil Negara) aktif Senilai Rp8.861.323.964,00.


Data yang dihimpun Klikanggaran atas portofolio debitur KUR BNI per 31 Desember 2021, diketahui terdapat 859 orang debitur KUR yang berstatus sebagai pegawai negeri yaitu PNS/TNI/Polri. Dari total 859 orang debitur KUR tersebut, terdapat 751 orang debitur yang berstatus ASN aktif (belum pensiun) atau belum memasuki masa persiapan pensiun pada saat akad kredit fasilitas KUR untuk periode akad kredit tanggal 1 Januari 2020 sampai dengan 31 Desember 2021 dengan nilai plafon kredit sebesar Rp184.433.500.000.

Lebih lanjut, debitur dengan status
ASN aktif tersebut menjadi salah satu komponen perhitungan untuk pembayaran subsidi bunga KUR kepada BNI oleh KPA selama tahun 2021.

Menanggapi pemberian KUR BNI kepada ASN aktif, Koordinator CBA (Center for Budget Analysis), Jajang Nurjaman, mengatakan bahwa pemberian KUR tersebut tidak sesuai tujuannya.

"Pada dasarnya ada aturan yang dilabrak pada pelaksanaannya, yakni Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 2 Tahun 2021, dimana sangat jelas bahwa ASN aktif tidak berhak mendapatkan KUR," ujar Jajang, Kamis (2/2).

Oleh karena itu, sambung Jajang, pemberian KUR senilai Rp184 miliar menjadi tidak tepat sasaran. Jajang juga mengatakan, minimnya pengawasan sehingga ratusan miliar digelontorkan se-enak perut oleh pihak BNI.

"Proses evaluasi seperti tidak dijalankan, ratusan miliar terealisasi ke pihak yang tidak berhak menerima. Jika terus berulang, secara tak langsung mengindikasikan pembobolan uang negara, sehingga diduga tidak menutup kemungkinan adanya komitmen fee dalam proses pencairan, ini justru bahaya yang dikhawatirkan akan membudaya di BNI," ungkap Jajang.

Lanjutnya, pihak BNI diduga hanya menerima berkas di atas meja tanpa adanya survei ke lapangan serta verifikasi berkas.

"Kita khawatirkan adanya intervensi dari pihak luar atau kerabat-kerabat dekat agar berkas itu secara mutlak harus diproses untuk dicairkan dengan imbal jasa 5% persen untuk pihak-pihak atau oknum yang telah membantu dalam meloloskan verfikasi serta validasi berkas, dugaan seperti ini harus segera ditindak ke mata hukum, tanpa terkecuali," pungkas Jajang mengakhiri.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X