Kebijakan Privatisasi BUMN, Porsi Saham Persero, dan Catatan untuk Para Hakim Konstitusi

photo author
- Jumat, 1 Oktober 2021 | 17:22 WIB
Persero yang tidak dapat diprivatisasi dan porsi saham (Dok.pexels.com/MarkusWinkler)
Persero yang tidak dapat diprivatisasi dan porsi saham (Dok.pexels.com/MarkusWinkler)

Hanya para pemegang saham sajalah yang akan menerima pembagian laba anak perusahaan yang telah diprivatisasikan tersebut, hal ini berbeda dengan laba yang diterima utuh masuk ke induk BUMN dan Kas Negara ketika tidak diprivatisasikan.

Dalam konteks kepemilikan saham inilah, lambat laun penguasaan negara tidak lagi utuh 100 persen disebabkan RUPS pun harus mengakomodasi kepentingan sebagian para pemegang saham yang bukan saham negara.

Oleh karena alasan inilah, maka langkah privatisasi anak perusahaan BUMN seharusnya ditolak oleh hakim MK, bukan malah menolak gugatan FSPPB melalui uji materi UU BUMN yang akan menjadi preseden buruk langkah privatisasi anak, cucu dan cicit perusahaan serta BUMN yang lainnya.

Baca Juga: Pusat Bahan Baku Jabar Akan Dibangun, Kepala Dinas: UMKM Bisa Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku

Kelihatannya hakim MK tidak cermat memahami perbedaan substansial antara Perusahaan Negara atau BUMN dengan Perseroan Terbatas (PT) kaitannya dengan komposisi kepemilikan saham dan konsekuensi laba usaha atas logika diprivatisasikan dan tidak diprivatisasikan. Lagi pula, saham negara tidak bisa dipecah dan dibagi-bagikan porsinya dengan tujuan meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan merupakan 2 (dua) alasan yang berbeda.

Justru sebaliknya, dengan langkah MK melegalkan privatisasi ini, maka kepemilikan masyarakat menjadi terbatas, dan posisinya bukan lagi BUMN atau anak perusahaan BUMN disebabkan porsi saham dan penguasaan negara juga hanya sejumlah porsi saham yang tidak dijual, apa ini makna penguasaan negara sebagai pengendali menurut hakim konstitusi yang mulia?

Baca Juga: Sandiaga Uno Kunjungi Desa Wisata Ekowisata Desa Burai di Ogan Ilir, Desa Wisata Terbaik di Indonesia

Kalau logika sederhana ini saja hakim konstitusi tidak paham, maka publik memang harus mendesak Mahkamah Konstitusi harus dibubarkan! Jika boleh dianalogikan dalam sebuah keluarga, ibaratnya MK telah melegalkan pemisahan anak dari Ibunya dengan tidak hanya akan menanggung konsekuensi ekonomi, namun juga moralitas pemecahan saham negara yang sarat perburuan mencari selisih lebih (rente) keuntungan jangka pendek semata untuk para pemilik modal, negara dan rakyat banyak yang dirugikan!*

Demikian disampaikan oleh Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi, pada klikanggaran.com di Jakarta, Jumat, 1 Oktober 2021.

Isi artikel ini tidak mengekspresikan pendapat dan kebijakan redaksi klikanggaran. Jika Anda pikir teman Anda akan tertarik dengan artikel ini, mohon di-share kepadanya, terima kasih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X