Klikanggaran.com - Saya ucapkan terima kasih dan bangga kepada Prodem atas undangan ini, terutama Bung Ketua Iwan Sumule dkk. Bangga karena Prodem secara berani memperjuangkan demokrasi dan melawan pemerintahan otoriter sejak zaman Orba.
Bangga karena hari ini, di tengah demokrasi yang berjalan mundur dan sikap semakin otoriter, Prodem konsisten dan berani berpihak kepada rakyat dan melawan patgulipat eks-Napi Pemilik Sentul City yang memelihara oknum pejabat dan preman-preman untuk menggusur tanah rakyat.
Motto Prodem “Demokrasi harus sampai ke piring-piring rakyat” sangatlah tepat!
Baca Juga: Bisindo sebagai Solusi yang Efektif Berkomunikasi dengan Teman Tuli
Sebagai Penasehat Fraksi ABRI dan DPR pada tahun 1995, saya terlibat dalam pembahasan dan perbaikan UU Pasar Modal 1995.
Prinsip-prinsip utama pasar modal nyaris sama di seluruh dunia: tranparansi, akuntabilitas, dan tata kelola (governance) adalah prasyarat untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal. Di samping itu, di banyak bursa, prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia menjadi indikator penting.
Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia/Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) menyatakan bahwa akses untuk menggunakan dan mengendalikan tanah berdampak secara langsung pada pemenuhan hak asasi manusia. Sengketa tanah juga sering menjadi penyebab dari pelanggaran hak-hak asasi manusia, benturan, dan kekerasan terhadap rakyat.
Baca Juga: Nilai Piutang PBB P2 Pemprov DKI Jakarta Terus Bertambah, Ternyata Ini Sebabnya
Apa yang menjadi kekhawatiran Kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM tersebut juga terjadi di Indonesia. Menurut Komisi Agraria (KPA), di tahun 2019 terjadi 279 konflik agraria seluas 734.239 hektar yang berdampak pada 109.042 Kepala Keluarga. Selama 5 tahun terakhir telah terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur dan properti.
Di sektor properti, terjadi kasus pelanggaran HAM oleh perusahaan Sentul City dengan melakukan penggusuran paksa tanah rakyat dengan mengerahkan preman-preman dan buldozer. Eksekusi hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan pengadilan, bukan secara sepihak dan semena-mena oleh pengembang.
Sentul City dan anak perusahaannya menggunakan preman untuk mengintimidasi rakyat agar bersedia melepas tanah dengan harga yang tidak wajar, Rp30.000-Rp50.000/m2.
Baca Juga: Belum Punya Database Sarpras TIK, Ini Masalah yang Dihadapi Pemkab Batang Hari
Contoh, Pesantren dan tanah rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng yang diambil paksa preman-preman di bawah Sentul City melalui anak perusahannya, PT Dayu Bahtera Kurnia.
Menurut rakyat setempat, preman-preman itu melakukan pemagaran secara paksa tanpa adanya surat-menyurat terhadap tanah rakyat, termasuk Pasantren Tahfidzul Qur’an dipagari paksa dengan kawat berduri.
Artikel Terkait
Sekjen Prodem: Ada Grand Desain di Balik Kedekatan Ahok dan Jokowi
Prodem : 3 Perusahaan Transportasi Online Raksasa Sukses Telanjangi Negara
Soal Masuknya Corona, ProDem: Ini Keteledoran Menteri-menteri Jokowi
ProDem: Kasihan Stafsus Milenial, Dikuak Main Proyeknya
ProDem: Kenapa Stafsus Milenial Dapat Proyek Triliunan? Aneh