Bekasi, Klikanggaran.com-- Cerpen 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijaya' adalah cerpen yang bertema tradisional pada zamannya.
Cerpen 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijaya' ini menggambarkan paradigma yang telah terbentuk sesuai pakem-pakem yang berkembang pada zaman dulu.
Dalam cerpen 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijaya', seorang laki-laki harus bekerja, yang makna bekerjanya merujuk pada pekerjaan fisik.
Baca Juga: Jokowi Dibilang Jenius oleh Profesor Luar Negeri, Rocky Gerung pun Meradang, Kita Harus Malu, Lho?
Pun seorang anak harus mewarisi latar belakang ayahnya tanpa tedeng aling-aling, anak harus sama dengan profesi ayahnya.
Seorang ayah yang mungkin digambarkan sebagai seseorang yang kehilangan banyak kelembutan sehingga hanya menjadi figure otoriter untuk anaknya.
Sementara itu, seorang ibu adalah figur penetral dalam sebuah keluarga. Seorang wanita yang hanya akan manut dengan keputusan suaminya.
Cerpen ini, menurut saya, tidak berhenti hanya dalam ranah kritik sosial pada kaum Weberian atau kaum kapitalis.
Lebih dari itu, saya menangkap pesan lain dari cerpen ini. Mungkin saya akan memandang dari sudut religiusitas.
Pada sisi tokoh ibu, saya merasa cerpen ini memberikan pesan mendalam tentang bakti seorang istri kepada suaminya dan pengajaran seorang ibu kepada anaknya.
Baca Juga: Aktor Film Indonesia Yayan Ruhian Kembali Bermain Film Produksi Hollywood, Boy Kills World.
Bagian ketika Ibu menyambutku dengan ramah. “Jangan membantah ayahmu, Nak. Cepatlah mandi. Ah, hampir lupa: Kau harus mengaji" menggambarkan tokoh ibu yang berbakti kepada suaminya.
Tokoh ibu digambarkan sebagai objek yang manut yang sepakat dengan paradigma suaminya tentang laki-laki yang tidak boleh suka dengan bunga-bunga.
Satu sisi lain, tokoh ibu digambarkan sebagai pusat religiusitas keluarga yang mengajarkan bahwa seorang anak tidak boleh membantah ayahnya, selama keinginan ayahnya tersebut tidak keluar jalur.