Semut dan Gajah: Fenomena Bimbel di Indonesia

photo author
- Jumat, 23 Juni 2023 | 08:23 WIB
Ilustrasi: sisma sedang belajar (Istimewa)
Ilustrasi: sisma sedang belajar (Istimewa)

KLIKANGGARAN -- Berbicara mengenai masalah bimbingan belajar, Indonesia sendiri pernah mengalami masa kejayaan bimbingan belajar pada tahun 2000-an. Menjamurnya bimbel pada saat itu membuat banyak siswa yang mendaftar dan menjadikannya gaya hidup. Hal ini juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang pada saat itu membuat ujian akhir yang bernama Ujian Nasional.

Dari sekian banyak bimbel, Nurul Fikri (NF) adalah salah satunya. Nurul Fikri atau NF sendiri pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi salah satu bimbel besar di Indonesia.

Akan tetapi, perkembangan bisnis bimbel mengalami penurunan sejak pemerintah membuat kebijakan menghapus adanya ujian nasional yang memengaruhi siswa untuk naik ke jenjang sekolah berikutnya. Pandemi juga semakin mengakselarasi penurunan tren bimbel. NF sendiri terkena dampak dari hal-hal yang disebutkan.

Dari hasil analisis pribadi, setidaknya ada dua sudut pandang yang bisa diambil. Sudut pandang eksternal dan internal. Tulisan ini sendiri tidak akan membahas sisi eksternal karena akan menyangkut banyak hal.

Sudut pandang internal yang akan dibahas pun tidak di semua permasalahan, tetapi setidaknya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam semakin merosotnya perkembangan bimbingan belajar terutama Nurul Fikri.

Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih intens, ada sebuah cerita tentang semut dan gajah yang begitu indahnya diceritakan oleh Vince Poscente dalam bukunya The Ant and The Elephant. Buku ini sendiri sudah ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang berjudul Tuntunlah Sang Gajah.

Vince Poscente sendiri adalah mantan atlet olimpiade, pengusaha, dan ahli strategi bisnis. Gaya cerita yang unik dengan memilih genre fabel menceritakan bagaimana perjalanan Adir sang semut mencari oase di atas punggung Elgo sang gajah. Diceritakan, Adir terdampar di punggung Elgo karena terhempas badai yang juga menyebabkan dia terpisah dari koloninya.

Mengapa menuju oase? Bagi Adir, hidup haruslah perjalanan yang bermakna, bukan sekadar perjuangan bertahan hidup dan bagi Adir Oaselah yang membuat hidupnya bermakna. Sayangnya, Adir tidak menyadari bahwa dia terdampar di punggung Elgo sang gajah.

Jadi, ke mana pun ia melangkah, perjalanannya akan sia-sia karena tujuan Elgo tidak searah dengan tujuan Adir. Beruntung, Adir berjumpa Brio, sang burung hantu, yang memberikan saran kepada Adir jika ingin mencapai cita-citanya, Ia harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan menuntun Elgo sang gajah.

Mungkin bagi sebagian orang, kisah ini hanyalah fabel semata. Sejatinya, kisah ini merupakan perlambang pikiran sadar dan bawah sadar kita, manusia. Ya, kekuatan pikiran bawah sadar manusia dengan pikiran sadar bagaikan gajah dengan semut.

Analogi ini bukan sembarangan karena seorang psikolog yang bernama Dr. Lee Pulos menjelaskan dalam penelitiannya bahwa dalam setiap detik, pikiran sadar kita “hanya” menggunakan 2.000 neuron, sedangkan pikiran bawah sadar kita menggunakan 4 milyar neuron. Dari perbandingan ini terlihat, pikiran bawah sadar manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengendalikan sikap dan keputusan manusia.

Pertanyaannya, apa hubungannya dengan menurunnya pamor bimbingan belajar. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pembahasan kali ini lebih melihat faktor internal. Mungkin, Kita sebagai stakeholder lembaga belum berbicara dengan “gajah” yang ada dalam diri kita masing-masing. Mungkin kita sudah berjalan ke utara, tetapi malah ke selatan.

Jangan-jangan “semut” kita yang cerdas itu sudah pernah merumuskan visi dan misi, merancang marketing plan, mengambil langkah berani, dan sebagainya. Namun, kita merasa apa yang kita lakukan sepertinya tidak membuahkan hasil. Jika itu yang dirasakan, sudah saatnya kita berhenti sejenak untuk “berbicara” kepada “gajah” yang ada dalam diri kita. Bagaimana caranya?

Kata kuncinya adalah emosi. Dalam kisah Adir dan Elgo digambarkan bagaimana emosi Adir tentang Oase yang begitu kuat mampu menuntun Elgo untuk berjalan sesuai cita-cita Adir. Emosi inilah yang terkadang membuat manusia mampu mengalahkan ego pribadinya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X