Ditulis oleh: Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn
Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia). Jakarta, 22 april 2023.
KLIKANGGARAN -- Salah satu strategi pemerataan ekonomi suatu negara adalah membangun infrastruktur seluas-luasnya ke seluruh negeri. Terutama akses jalan, baik tol berbayar maupun gratis, serta public services lainnya. Sedangkan untuk investasinya, ada yang mandiri, PMDN, dan PMA, berbasis foreign direct investment dan foreign indirect investment, kedua-duanya sama, pinjem duit alias utang.
Utang tentu tidak selalu berdampak buruk ke depannya, apabila dimanage dengan profesional, akuntabel, tranparan dengan penuh kehati-hati an, namun menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, pembangunan infrastruktur akan menjadi mubazir ketika tidak didasarkan pada studi kelayakan (Feasibility Study/FS) yang jelas dan mendalam.
"Untuk membangun itu harus punya studi kelayakan, dimana studi kelayakan itu yang bisa mendeteksi faktor sosial, faktor ekonomi, faktor lingkungan dan sebagainya. Disimpulkan bahwa beberapa proyek mangkrak yang ada di Indonesia dikarenakan minim akan studi kelayakan, plus diduga dikorupsi," ujar Agus kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Minggu, (24/10/2021).
Dilanjutkan oleh pernyataan mantan Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, utang luar negeri membengkak karena dijadikan salah satu penutup defisit, saat pengeluaran negara membengkak akibat dikorupsi. Sementara itu, disisi penerimaan, targetnya tak tercapai. [Kompas.com, Selasa 6/12/2011].
Jika pernyataan kedua tokoh di atas tersebut benar, tidak mengherankan jika Tesla, Apple, dan perusahaan -perusahaan raksasa lain dari negeri Uncle Sam, urung untuk invest di Indonesia, karena dinilai tidak menjalankan good and clean governance yang menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Karena mereka sadar jika invest di negara korup serba salah, bisa kena dobel punishment.
Selain dituntut hukuman di negara, dimana mereka invest plus di negaranya sendiri yaitu Amerika, karena Amerika melarang dengan tegas perusahaannya melakukan praktek-praktek kotor, baik di dalam maupun di luar Amerika. FCPA/Foreign Corrupt Practices Act Amerika Serikat memang memiliki kebijakan antikorupsi dan penyuapan yang ketat. FCPA merupakan undang-undang antikorupsi dan penyuapan di Amerika Serikat yang tidak hanya mengatur mengenai korupsi dan penyuapan yang tidak terbatas pada wilayah teritorial Amerika Serikat saja, tetapi juga yang dilakukan oleh subjek hukum yang berada dalam pengaturan FCPA. Salah satunya adalah perusahaan Amerika Serikat dan afiliasinya di luar Amerika Serikat.
Sebagai anak bangsa, kita harus berani memprotes, serta menolak untuk membayar utang yang dikelola oleh suatu rezim secara ugal-ugalan, seperti yang diprakarsai oleh Ahli Hukum Rusia, Alexander Nahum Sack, pada tahun 1927 beliau memperkenalkan konsep Odious Debt atau hutang najis, merujuk pada rezim despotik Rusia pada waktu itu yang berutang untuk memperkaya diri dan memperkuat rezimnya. Menurut Sack, ada tiga kategori hutang najis :
1. Pemberi utang mengetahui kondisi penerima utang,
2. Utang itu tanpa persetujuan publik, dan 3. tidak memberi manfaat bagi warga negara.
Jika tiga kategori tersebut ditemukan dalam proses pinjam uang, maka itu adalah hutang najis, tidak perlu dibayar! Karena diduga digunakan bukan untuk kepentingan masyarakat luas tetapi untuk memperkuat rezim yang berkuasa, atau untuk menekan masyarakat yang menentangnya. Sehingga seharusnya utang ini bukanlah beban negara dan rakyatnya, tetapi merupakan utang rezim tersebut.
Contohnya Amerika, saat pengambil alihan kuba pada thn 1898 menolak membayar utang warisan kolonialis Spanyol, karena utang tanpa persetujuan rakyat Kuba. Hidup Rakyat Indonesia!
Artikel Terkait
Kata Tukang dan Mesin Fotokopi Xerox
Retno Listyarti: Anak Adalah Peniru Ulung Termasuk ketika Menyelesaikan Masalahnya
Radio, Salah Satu Sumber Informasi Akurat dan Tepercaya
Rangkap Jabatan, Manfaat Atau Mudharat?
Prestasi dan Kemanusiaan
Quo Vadis Demokrasi di Indonesia
Oligarki
Catatan Perempuan Atas Refleksi 21 April: Pena Tulis R.A. Kartini: Dialektika Pemikiran dan Perjuangan
Idul Fitri
Reformasi Jilid Dua