Quo Vadis Demokrasi di Indonesia

- Selasa, 18 April 2023 | 13:15 WIB
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn - (dok. Ist)
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn - (dok. Ist)

Ditulis oleh: Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn
Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia). Jakarta, 19 april 2023.

KLIKANGGRAN -- UUD 1945 sudah menyatakan bahwa "Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya" dan "Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" serta prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle).

Bisa-bisanya para politisi membatasi 20% presidential threshold, ini sangat bertentangan dg UUD 1945, akibatnya mayoritas masyarakat indonesia tdk mempunyai kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden, apalagi dipilih menjadi presiden, yang terjadi, yang akan menjadi penguasa negeri ini orangnya itu-itu saja yang sudah ditentukan oleh partai-partai politik besar yang sedang berkuasa

Menurut ahli Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, dalam podcast Fadli Zon Official, beliau menjelaskan bahwa, yang ideal harusnya pemilihan presiden dilakukan dalam 2 (dua) putaran. Dengan Jumlah calon presiden diputaran pertama minimal 3 (tiga) kandidat. Ketiga kandidat tersebut diadu dulu pada putaran pertama, baru kemudian sisa dua yang terbanyak pemilihnya diadu lagi pada putaran kedua.

Syarat menang pun terdiri dari dua, pertama popular vote harus 51%, yang kedua adalah distribution requirement harus menang di 51% pada sebaran provinsi seluruh indonesia, berbeda dengan sekarang, kandidat tidak perlu dikenal oleh seluruh rakyat indonesia, cukup populer di pulau Jawa yang populasinya 70% dari populasi nasional saja sudah bisa jadi presiden, Dus untuk menghilangkan mitos presiden Indonesia harus orang Jawa.

Kemudian, harus dibuatkan Undang-Undang untuk mengikat janji-janji Capres saat kampanye dengan pakta integritas, sehingga ada sanksi hukumnya bagi siapapun yang ingkar janji setelah menjabat, agar tidak muncul istilah ketidak selarasan omongan dengan perbuatan.

Editor: Insan Purnama

Terkini

Jangan Jual Kucing Dalam Karung

Jumat, 26 Mei 2023 | 13:03 WIB

Natalius Pigai: INDONESIA BANGSA MULTI MINORITAS

Selasa, 23 Mei 2023 | 12:23 WIB

Revolusi

Jumat, 19 Mei 2023 | 14:40 WIB

Pemerasan Dunia Maya: Tidak Hanya BSI, Lho

Rabu, 17 Mei 2023 | 08:12 WIB

Sejarah Konspirasi

Rabu, 17 Mei 2023 | 05:14 WIB

Hoax Uang Kertas

Minggu, 14 Mei 2023 | 09:22 WIB

Siklus Plato

Minggu, 7 Mei 2023 | 20:10 WIB

Odious Debt alias Hutang Najis

Jumat, 28 April 2023 | 19:32 WIB

Reformasi Jilid Dua

Senin, 24 April 2023 | 21:12 WIB

Idul Fitri

Sabtu, 22 April 2023 | 19:19 WIB

Oligarki

Kamis, 20 April 2023 | 18:57 WIB

Quo Vadis Demokrasi di Indonesia

Selasa, 18 April 2023 | 13:15 WIB

Prestasi dan Kemanusiaan

Minggu, 2 April 2023 | 05:28 WIB
X