Reformasi Jilid Dua

- Senin, 24 April 2023 | 21:12 WIB
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia) - (dok. Ist)
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia) - (dok. Ist)

Ditulis oleh: Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn
Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia). Jakarta, 21 april 2023.

KLIKANGGARAN -- Dalam kapitalisme, inflasi adalah sebuah kepastian, karena inflasi membuat adanya pertumbuhan ekonomi, konsekuensi nya akan makin senjang gap antara kaya dan miskin dalam masyarakat, kapitalisme merupakan salah satu faktor yang membuat dunia tidak pernah damai dan menuju kehancuran, karena tuhan nya uang, sehingga harus diciptakan proyek-proyek baru dengan monopoli tentunya, tidak peduli merusak lingkungan dan merugikan pihak lain, yang penting cuan. Mirip dengan permainan anak-anak yaitu monopoli, ujung nya bankir/bandar yang menang.

Menurut pengusaha hitam, kapitalisme masih merupakan ideologi terbaik jika dibandingkan dengan ideologi komunisnya Karl Mark yang memusatkan pemerintahan/kekuasaan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk miskin bersama, tidak demikian dengan Deng Xiaoping, Presiden Tiongkok ke dua, yang menggabungkan kapitalisme dengan Komunisme, meskipun menggunakan cara yang sama, namun tujuan nya berbeda, memusatkan pemerintahan/kekuasaan untuk mengatur kehidupan masyarakat Tiongkok untuk menjadi kaya bersama, sehingga membuat bangsa Tiongkok sekarang jadi kaya raya. Meskipun secara politik berhaluan komunis, namun ideologi ekonominya kapitalis, ada pemisahan yang jelas antara penguasa dengan pengusaha.

Di Tiongkok, keluarga pejabat dilarang keras berbisnis, begitupun pebisnis dilarang jadi pejabat. "Kau tidak bisa membuat kue dan memakannya juga. Jika kau memilih menjadi pejabat, kau tidak bisa menjalankan bisnis dan mencari kekayaan," ujar Xi Jin Ping.

Lantas, bagaimana dengan ideologi Pancasila yang kita punya? Harusnya Pancasila merupakan ideologi ideal yang masih bisa mempersatukan Indonesia yang sangat multi ras, budaya, agama, dan bahasa, namun sayangnya kita tidak konsekuen menjalankannya, tersandera oleh utang yang menumpuk, sehingga dengan mudah diintervensi oleh kekuatan pemodal yang pasti berpihak untuk kepentingannya.

Bayangkan jika dalam pertandingan sepakbola, wasit merangkap kapten kesebelasan dalam pertandingan, mungkinkah dapat berlaku adil? Sengaja diciptakan sistem politik yang ambigu berbasis biaya tinggi yang mengkondisikan siapapun yang menjabat berpotensi korup, akankah reformasi jilid dua merupakan ke niscayaan untuk mencegah kehancuran!

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jangan Jual Kucing Dalam Karung

Jumat, 26 Mei 2023 | 13:03 WIB

Natalius Pigai: INDONESIA BANGSA MULTI MINORITAS

Selasa, 23 Mei 2023 | 12:23 WIB

Revolusi

Jumat, 19 Mei 2023 | 14:40 WIB

Pemerasan Dunia Maya: Tidak Hanya BSI, Lho

Rabu, 17 Mei 2023 | 08:12 WIB

Sejarah Konspirasi

Rabu, 17 Mei 2023 | 05:14 WIB

Hoax Uang Kertas

Minggu, 14 Mei 2023 | 09:22 WIB

Siklus Plato

Minggu, 7 Mei 2023 | 20:10 WIB

Odious Debt alias Hutang Najis

Jumat, 28 April 2023 | 19:32 WIB

Reformasi Jilid Dua

Senin, 24 April 2023 | 21:12 WIB

Idul Fitri

Sabtu, 22 April 2023 | 19:19 WIB

Oligarki

Kamis, 20 April 2023 | 18:57 WIB

Quo Vadis Demokrasi di Indonesia

Selasa, 18 April 2023 | 13:15 WIB

Prestasi dan Kemanusiaan

Minggu, 2 April 2023 | 05:28 WIB
X