KLIKANGGARAN--Em pulang. Ia ada dalam pelukanku saat ini. Masih terlelap dengan wajah kelelahan luar biasa. Tidak, itu bukan karena perjalanan dengan bus yang nyaris semalaman. Em memang kelelahan. Di balik fisiknya yang kuat menjalani rutinitas di sana—bekerja, bersosialisasi, merawat diri—hatinya sekarat.
Aku tahu penyebabnya adalah Simon. Itu sudah sejak dulu, sejak Em masih bekerja di kota ini. Entah bagaimana Simon menyebar kebencian, bahkan ketika Em pindah ke kota lain, teror Simon masih sampai kepadanya.
Em pulang. Dan aku memeluknya saat ini. Aku tahu aku egositis jika menginginkan Em tetap di sini dan tidak perlu kembali ke kota itu. Namun, ia kemari untuk sebuah pekerjaan. Lain kali, aku akan berterima kasih kepada David yang telah mengizinkan Em memulihkan diri barang sejenak. Paling tidak, rinduku kepadanya sementara ini dapat terobati.
Baca Juga: Kesalahan yang Harus Dihindari ketika Mengisi PDSS SNMPTN 2022
Sejak pagi tadi, sejak ketukan pintu pukul tujuh pagi membuyarkan konsentrasiku membuat kopi, aku tahu Semesta tidak pernah ingkar janji. Ketika beberapa petunjuk muncul di hadapanku, aku tahu bahwa yang kusampaikan kepada Semesta sebentar lagi terwujud. Ia akan membawa Em kepadaku. Entah kapan, entah berapa lama.
Aku menumpahkan sedikit bubuk kopi ke meja, terkejut oleh ketukan pintu yang pelan namun terasa jelas di gendang telingaku. Tidak pernah ada tamu pukul tujuh pagi. Aku dan Em tidak berlangganan susu segar atau koran pagi. Juga, tetangga satu lantai bukan orang yang gemar bertamu. Jadi, ketika daun pintu sudah bergeser penuh, tubuh itu langsung menubrukku.
Aku mendekapnya. Kami masih di ambang pintu entah untuk berapa lama. Ia menangis, membasahi kausku dengan air matanya yang terasa getir di kulitku. Aku sampai bisa merasakan betapa beratnya sakit yang Em derita selama kami berjauhan. Tidak, ini bukan hanya soal rindu. Ini soal Simon.
Mungkin aku perlu bertemu Simon sesekali. Toh ia ada di kota ini. Aku ingin tahu seperti apa sosoknya. Sebab, yang aku tangkap dari cerita Em, juga sedikit dari David, Simon bukan sosok yang bisa bergaul dengan baik. Secara kualitas, pekerjaannya memang bagus. Itu menurut David. Dan itu membuat Simon dipertahankan pihak direksi. Namun, keluhan beberapa rekan jurnalis Em tidak bisa David abaikan begitu saja.
Baca Juga: Cassandra Angelie Tertangkap, Gimana nasib Vera Ikatan Cinta?
Pernah David meminta Simon berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater, bahkan perusahaan bersedia membayari ongkosnya. Simon menolak. Kupikir, Simon sebenarnya tahu dirinya bermasalah, tetapi ada gengsi yang besar untuk mengakuinya. Atau, mungkin, ia takut vonis “sakit” yang harus ia terima setelah sesi pemeriksaan selesai.
Em harus dijauhkan dari Simon. Tetapi bahkan sudah jauh pun Em tetap kesakitan.
***
Aku lupa berhitung. Lupa menandai, sudah berapa lama aku tidak merasakan dekapan Dez. Aku ingin waktu berhenti bergerak. Aku ingin selamanya pada saat ini, tidak perlu berjalan ke depan, tidak perlu terkaget-kaget dengan kejutan apa pun nantinya. Hanya saja, itu bukan kehidupan.
Artikel Terkait
CERPEN: Pensil Frea
CERPEN: Kisah Seorang Santri
CERPEN: One Only
Hari Ayah dan Kado Cerpen Sang Ratu
CERPEN: Ketika Bila bertanya, 'Bu, Ayah Itu untuk Apa Sih?'
Cerpen: Perjalanan Hati
CERPEN: Sapu Jagat
Cerpen Batu Cinta
Cerpen: Pangeran Cinta