Mayang tertegun menatap mamanya bercerita. Wajah pias itu menatap dari dalam hatinya sambil tersenyum. Lagi-lagi, hatinya merasakan nyeri dan berdetak kencang.
“Mayang mandi dulu, Ma.”
Baca Juga: Pulihkan UMKM di Masa Pandemi, DD Tekno Salurkan Fasilitas dan Proteksi Jiwa
Rohayati tersenyum, lalu meninggalkan kamar putrinya. Mayang merasa ada yang sedang mengawasinya. Hatinya mendadak berdebar. Wajah lelaki di kereta itu kembali dilihatnya dalam hati, tersenyum hangat menatapnya.
Mayang merasakan hatinya menghangat bersama tatapan itu, lalu menatap bening air di kamar mandi. Dia merasakan indahnya cinta yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
Hatinya membisikkan rindu yang sama di balik kabut. Guyuran air menerpa wajah riangnya yang menjadi berangsur sendu. Menanti sebuah waktu untuk bertemu.
*
“Saya tak akan menemui Anda lagi setelah. Ini sudah saya jelaskan pada kedua orang tua Anda.”
“Mengapa begitu?”
“Karena tugas saya sudah selesai.”
“Saya tidak mengerti.”
“Lelaki yang Anda temui itu adalah murid saya di padepokan.”
“Jadi Bapak mengenalnya?”
“Ya, dan dia sudah memilih Anda untuk mengarungi kehidupan pada masa pencariannya.”
“Bisakah Bapak jelaskan lebih rinci, mengapa saya melihatnya berjalan bersama saya sore itu? Mengapa dia bunuh diri, lalu mengapa juga dia, jiwanya maksud saya, menyapa saya?”
Artikel Terkait
Cerbung: Cicak Jatuh di Halaman
Cerbung: Cicak Merayap di Dinding
Cerbung: Samudra di Lautan Malas
Cerbung Samudra Ingin Kembali
Cerbung: Tirai Hitam di Antara Dua Hati
Cerbung: Tirai Hitam di Hati Venerose
Cerbung: Wajah Pias dalam Pelukan
Cerbung: Tanda Cinta di Wajah Pias
Cerbung Kabut Pembatas Dua Dunia