"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis cantik dengan ramah.
"Maaf, Mbak. Pak Aji memesan kamar nomor berapa, ya?"
“Pak Aji?”
“Iya, yang baru saja check in.”
"Maaf, kalau boleh tahu, Mbak siapa dan ada keperluan apa, ya?"
Baca Juga: Rusia Merencanakan Tanggapan Asimetris terhadap Tindakan Tidak Ramah Barat
"Saya sekretaris Pak Aji. Baru saja Bapak menelpon, minta diantarkan agenda kerja beliau yang tertinggal di kantor. Beliau meminta saya mengantar agenda langsung ke hotel ini. Katanya baru saja Bapak memesan kamar di sini."
“Oh, begitu. Sebentar saya hubungi dulu Pak Aji, ya.”
Puniawati menjerit dalam hati, berharap gadis resepsionis itu tidak mendapat respon dari Aji. Dadanya berdetak keras. Matanya menatap tajam pada gadis di depannya, kemudian beralih ke pesawat telepon di meja.
Dengan segenap jiwa hatinya memohon agar rencananya tidak gagal. Dengan segenap jiwa di memelas pada udara di sekitarnya agar dirinya dapat menemui Aji di kamar hotelnya. Mata Puniawati tampak kian berkilat saat gadis resepsionis itu meletakkan gagang telpon dan berbalik menghadapnya.
“Maaf, Mbak. Pak Aji tidak mengangkat telpon. Mari, saya antar ke kamar beliau.”
“Oh, tidak perlu, Mbak, biar saya sendiri aja. Di sebelah mana, ya, kamarnya?”
”Pak Aji di kamar 203 Mbak, dari sini lurus saja, lalu belok ke kanan di ujung lorong. Kamar Bapak paling ujung menghadap ke taman."
"Baik. Terima kasih."
Baca Juga: Atlet Paralimpik Asal Luwu Utara Sumbang 2 Emas untuk Sulsel di Peparnas XVI Papua
Artikel Terkait
Novel Melukis Langit 1, Memeluk Prahara
Novel Melukis Langit 2, Gumpalan Awan Hitam
Novel Melukis Langit 3, Pertemuan
Novel Melukis Langit 4, Keputusan
Novel Melukis Langit 5, Perselingkuhan
Novel Melukis Langit 6, Kenyataan Pahit
Novel Melukis Langit 7, Cintanya Ditelan Laut
Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut
Novel Melukis Langit 9, Gadis di Pangkuannya