Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut

photo author
- Kamis, 11 November 2021 | 19:41 WIB
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)

Baca Juga: Novel Melukis Langit 7, Cintanya Ditelan Laut

Ombak besar dan tinggi dengan ganas menggulung tubuh Puniawati tanpa dapat dicegah. Dalam hitungan detik tubuh Puniawati lenyap dalam gulungan ombak.

Aji berdiri kaku menatap gulungan ombak di depannya, sementara Maria berlari ke arah putrinya, lalu jatuh tersungkur di pasir ketika hendak mencoba menggapai tubuh putrinya.

“Nini, kenapa kamu selalu bermain-main dengan laut, Nak? Kenapa?” jeritnya panjang sambil bersimpuh di pasir, memandangi gulungan ombak di depannya.

Tubuhnya berguncang sambil terus menjerit histeris, namun tak lama kemudian matanya terbelalak ketika menyaksikan gulungan ombak itu berangsur bergeser. Perlahan ombak melepas tubuh Puniawati.

Kemudian dengan lembut kembali mengalir dengan tenang ke tengah lautan. Setenang senyum Puniawati yang segera basah kuyup dan berlari riang mendekati ibunya.

Baca Juga: Cargo Ducati Di-unboxing, Konon untuk Konten, Bea Cukai Pun Buka Suara

“Ibu tidak akan lagi mengizinkanmu pergi ke pantai, apa pun alasanmu!” desis Maria sambil mengusap air matanya dan mencoba berdiri. Tubuhnya limbung, Aji segera memegang tangan mertuanya dan membimbingnya, berjalan menjauh dari pantai.

“Ibu kenapa, sih? Nini hanya ingin berbasah-basah, Bu.”

“Ini sudah kesekian kalinya kamu buat dada Ibu sakit dengan air laut itu, dan kamu Aji. Berapa kali Ibu memintamu untuk mengawasi Nini saat berada di pantai?”

Maria melepaskan tangannya dari Aji, lalu melangkah cepat meninggalkan putri dan menantunya dengan wajah penuh amarah. Aji bungkam, tak tahu harus berkata apa, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, kemudian berjalan mengekor langkah ibu mertuanya.

Puniawati menunduk menyesali sikap, lalu dengan patuh mengikuti langkah suaminya. Di perjalanan pulang Aji berusaha meraih kembali senyum ibu mertuanya dengan berbagai topik pembicaraan, namun mendung masih membayang di mata tua itu.

*

Baca Juga: Sate Maranggi: Kelezatan Rasa dan Akar Sejarahnya

Sudah dua jam Puniawati membersihkan diri di kamar mandi. Berulang kali tubuhnya yang putih dia sabun dan gosok, seolah kotoran terlampau banyak menempel di sana. Shower terus menyala menyemburkan air dingin membuat tubuhnya menggigil, namun Puniawati tak hendak mematikannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X