“Kita tidak mungkin bertemu.”
Yah, kita tidak mungkin bertemu, Em.
“Kamu menyesal, Dez?”
Tidak, Em. Aku tidak pernah menyesal, untuk apa pun itu, bahkan untuk masa-masa kelamku yang sebelumnya. Aku tidak akan mengizinkan diriku menyesali keputusan-keputusanku terdahulu. Itulah yang membuatku menjadi aku yang sekarang, aku yang berada di dalam dekapanmu, Em. Aku yang kini memelukmu, yang kini menjagamu, yang kini menjadi teman hidupmu.
“Yang benar-benar selalu ada untukku.”
Satu-satunya … yang selalu ada untukmu, Em.***
Apabila artikel ini menarik, mohon bantuan untuk men-share-kannya kepada teman-teman Anda, terima kasih.
Artikel Terkait
PUISI: Sekisah Cappucino
Puisi Cevi Whiesa Manunggaling Hurip.
PUISI: Melukis dalam Doa dan Harapan
PUISI : Cappucino Pagi
CERPEN: Menunggu Kereta
CERPEN FANTASI: Kia, Kakek, dan Alat Tulis Ajaib!
CERPEN: Pensil Frea
PUISI: Rindu Sekolah
PUISI: Haiku untuk Hatimu
CERPEN: Kisah Seorang Santri