“Sepertinya ini gara-gara kamu bilang kata yang dilarang itu!” bisikku sambil mencubit Raffa.
Akhirnya guide memutuskan untuk buka tenda dan yang lainnya boleh melanjutkan perjalanan. Aku memutuskan untuk menemani pendaki tersebut dan Raffa aku suruh melanjutkan perjalanan dengan pendaki lain.
Baca Juga: Lima Tahun Buron, Pelaku Penipuan Rp233 Miliar Akhirnya Ditangkap
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Aku menitipkan Raffa pada teman yang lain. Ketika mereka sudah menghilang dari pandangan, aku mulai merinding karena bayangan-bayangan hitam terus-terusan mengelilingi tendaku. Loncat dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Aku berusah memejamkan mata dan terus berusaha mengecek keadaan teman yang sedang kedinginan. Sungguh mengerikan.
Pagi pun tiba, aku lihat temanku sudah mulai pulih kembali karena hutan mulai hangat dengan datangnya matahari. Aku keluar dari tenda. Tiba-tiba aku terkaget karena terlihat sosok Ringgo menghampiri tenda. Ya Ringgo menghampiriku.
“Akhirnya kutemukan. Kembar telepon aku memberitahu bahwa kalian naik gunung. Aku langsung mencoba mengejar keberangkatan kalian tapi bus yang aku tumpangi malah mogok. Lalu kenapa kamu buka tenda di sini?” tanya Ringgo dengan heran.
Baca Juga: Pasangan ini Membeli Rumah Idaman Mereka, tetapi Ternyata Rumah Itu Tempat Pengusiran Setan
Aku pun menjelaskan kronologinya kepada Ringgo.
“Raffa harus banyak belajar dari kita” Tiba-tiba Ringgo menggenggam tanganku.
“Setelah berpisah berbulan-bulan, aku rindu kamu dan aku memutuskan untuk kembali kepada kalian. Ternyata aku mencintai kamu. Sunggu aku mencintai kamu.”
Aku terdiam dan membiarkan Ringgo memelukku erat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali bersyukur kepada Allah. Suamiku kembali, sungguh aku sangat mencintai Ringgo. Lalu kami pun sangat hangat berbicara ditemani kopi hangat. Tidak saling menyalahkan dan bertekad untuk memperbaiki. Masa lalu bukan lagi milik kami apalagi masa depan. Kami sama-sama akan memperbaiki dimulai dari sekarang.
Baca Juga: Benjamin List dan David WC MacMillan memenangkan Hadiah Nobel Kimia 2021
Tak lama rombongan datang dari puncak. Raffa berlari sumringah dan memeluk kami.
“Aku bahagiaaa banget walau ternyata ketika samapi puncak dipenuhi dengan kabut. Aku benar-benar tak melihat pemandangan di puncak. Semuanya putih. Ini gara-gara aku menyebut kata kuda sih! Teriak Raffa. Semua rombongan menatap Raffa yang sedang kubekap mulutnya.*
Penulis: Ratih
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Satu
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Dua
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Tiga
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Empat
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Lima, Rumah Kaca
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Enam