Kulihat sambil lalu, wajah petugas itu mendadak seperti orang yang baru saja melihat hantu. Bingung dan penasaran menjadi satu. Namun, aku tidak peduli. Aku langsung menuju eskalator. Aku tidak ingin menyumbat antrian di pintu masuk.
Aku sampai di peron. Suasana sudah mulai ramai, meskipun tidak sepadat sore hari. Ah, itu dia! Bangku panjang di dekat pilar. Kupercepat langkahku ke sana. Kebetulan bangku itu kosong. Jadi, aku bisa berlama-lama memandang bangku itu.
“Ngapain kursi diliatin gitu, Mas?”
Baca Juga: Mengapa Libur Maulid 2021 Digeser, Inilah Jawaban Wapres Ma’ruf Amin
Sebentuk suara renyah membuyarkan lamunanku. Seorang pemuda yang bekerja sebagai petugas kebersihan di stasiun hijau ini sudah berdiri di sampingku sambil tetap memegang gagang sapu.
“Eh, oh, nggak apa-apa.” Ah, mengapa aku harus tergagap seperti ini?
“Itu bunga, buat siapa?” tanya pemuda itu sambil mengerutkan dahinya.
“Ini? Ini … untuk kekasihku.”
“Terus, sekarang pacarnya di mana? Belum dateng? Atau, lagi ke toilet?”
Rupanya aku dan bunga ini terlalu menarik perhatian. Sungguh, aku tidak berniat seperti itu. Tidak bisakah aku melalui pagi ini sesuai apa yang aku inginkan?
“Dia … ada di tempat yang indah,” jawabku.
***
“Ben?”
“Ya, Sayang. Ada apa?”
“Sakit,” ujar Cecil lirih.