KLIKANGGARAN – Seperti diketahui, sejarah pembentukan BPJS Ketenagakerjaan melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut dimulai dengan pembentukan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero) (PT Jamsostek).
Sesuai dengan amanat UU, sejak 1 Januari 2014 PT Jamsostek berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja. Antara lain meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan JP mulai 1 Juli 2015.
Visi BPJS Ketenagakerjaan adalah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kebanggaan bangsa. Tentu saja badan yang amanah, bertata kelola baik, serta unggul dalam operasional dan pelayanan.
Baca Juga: Tahun 2022, Apakah Pensiunan Pertamina Masih Akan Terima Uang MP di Bawah Rp1 Juta?
Mengingat visi tersebut, Center for Budget Analysis (CBA) meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap badan ini. Khususnya terkait pengelolaan uang buruh yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dasarnya menurut CBA, sampai Agustus 2021 dana investasi buruh yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp514,74 triliun. Masih menurut CBA, angka ini tentu akan terus naik sampai akhir tahun di kisaran Rp542,41 triliun.
Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi CBA, menyampaikan, dana ratusan triliun itu hasil dari jerih payah buruh. Seharusnya bisa kembali dinikmati oleh buruh, dan bukan malah menumpuk di bank.
“Ini malah numpuk di bank dan menghasilkan bunga. Atau digunakan untuk urusan yang tidak ada kaitannya dengan buruh?” tanya Jajang, seperti disampaikannya pada klikanggaran.com di Jakarta, Jumat, 31 Desember 2021.
Jajang menjelaskan maksud dari pertanyaannya itu. Misalnya Fasilitas Manfaat Layanan Tambahan berupa program KPR bagi buruh. Menurutnya, program itu pengelolaannya amburadul.
“Padahal program ini yang paling dibutuhkan oleh buruh, tapi untuk pengajuan kredit saja para buruh seperti dikerjain oleh pihak bank. Misalnya dengan persyaratan berbelit-belit,” kata Jajang.
“Padahal dari ratusan triliun dana buruh yang dititipkan kepada BPJS Ketenagakerjaan program KPR ini nilainya hanya secuil dibandingkan total dana yang diikelola. Fasilitas MLT untuk rumah buruh dari 2017 sampai Agustus 2021 baru dikucurkan Rp655,49 miliar,” lanjut Jajang.
Jajang menjabarkan, dalam 5 tahun baru ada 2.384 rumah yang berhasil dinikmati buruh. Bahkan menurut catatan CBA, dalam 3 tahun terakhir terus menurun. Tahun 2017 ada 658 rumah KPR untuk buruh. Kemudian tahun 2018 mencapai 1.385.
Artikel Terkait
Penyidik Kejagung Geladah Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Dugaan Korupsi!
Kejagung Periksa 10 Orang Saksi Terkait Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Kronologi Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan, Simak!
Usut Tuntas Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan, Jiwasraya, Asabri, dan Bansos
Rp13,4 Miliar Beban Representasi Direksi BPJS Ketenagakerjaan Diragukan
Lindungi 5.000 Pegawai Non ASN, Pemda Lutra Terima Penghargaan dari BPJS Ketenagakerjaan
Tahun 2022, Pemda dan BPJS Ketenagakerjaan Perluas Cakupan Peserta